Kayaknya stamp 'Wahabi' terlalu murah diobral oleh jama'ah yang menisbatkan diri mereka sebagai ahlussunnah ori, pokoknya yang ndak mau maulidan dibilang wahabi, ndak mau pake jimat dicap wahabi, ndak mau tahlilan disangka wahabi, ndak mau yasinan berjama'ah distempel wahabi, ndak mau dzikir berjama'ah dengan teriak dituduh wahabi, ndak mau ngemis dikuburan dibilang wahabi, miara jenggot dan celana cingkrang pun di stamp wahabi.
Lantas apa yang akan kita lakukan agar terhindar dari stempel 'WAHABI'!!! Apakah kita harus ikut firqoh mereka, ataukah kita harus rela ikut sekte Sufi, atau yang lebih parah lagi, kita harus menanggalkan aqidah kita untuk ikut dengan agama Syi'ah La'natullah.
Seandainya mereka mau jujur, sebenarnya ulama-ulama yang mereka cap sebagai ulama wahabi, dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah hingga Syaikh Utsaimin rahimahullah, ajarannya tidak jauh beda dengan ulama salaf dan 4 Imam Madzhab, terkhusus kita ambil pendapat madzhab Imam Syafi'i tentang masalah kuburan, beliau rahimahullah berkata; "Dan aku senang jika kubur tidak dibangun dan tidak dikapur/disemen, karena hal itu menyerupai perhiasan dan kesombongan. Orang yang mati bukanlah tempat untuk salah satu diantara keduanya. Dan akupun tidak pernah melihat kuburan orang Muhajirin dan Anshar dikapur. Dan aku telah melihat sebagian penguasa meruntuhkan bangunan yang dibangun diatas kubur di Makkah, dan aku tidak melihat para fuqahaa' mencela perbuatan tersebut" (Al-Umm, 1/316).
"Aku tidak senang ada makhluk yang dikultuskan sehingga kuburnya dijadikan sebagai masjid. Hal ini sangat dikhawatirkan bisa menimbulkan fitnah (musibah) sepeninggal Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam". (lihat Al-Umm, 1/246)
Kemudian dalam masalah ulang tahun kematian, beliau rahimahullah berpendapat; "Dan aku membenci perbuatan niyahaah terhadap mayyit setelah kematiannya dan orang yang meratap tersebut menyebut-nyebut kebaikan si mayyit secara tersendiri. Akan tetapi hendaknya ia dihibur dengan sesuatu yang diperintahkan Allah agar bersabar dan mengucapkan kalimat istirjaa'. Dan akupun membenci berkumpul di rumah keluarga mayyit meskipun tidak disertai adanya tangisan, karena hal tersebut akan menimbulkan kesedihan dan membebani keluarga mayyit dalam hal materi" (Al-Umm, 1/318).
Kemudian itu dalam hal transfer pahala bacaan Qur'an kepada mayyit, beliau rahimahullah berkata; "Sampainya pahala kepada mayyit dari perbuatan orang lain ada 3, yaitu haji yang dilakukan untuknya, harta yang dishadaqahkan untuknya dan do'a. Adapun selain dari hal itu, maka pahalanya untuk yang mengerjakannya saja, tidak untuk si mayyit" (Al-Umm, 4/126).
Kemudian yang terakhir, dalam masalah memelihara jenggot, Imam Syafi'i rahimahullah berkata; "Telah berkata Ibnul Rif'ah dalam kitab Haasyiyah Al-Kifaayah: 'Sesungguhnya Al-Imam Asy Syafi'i telah menegaskan dalam kitab Al-Umm tentang keharaman mencukur jenggot" (hukmud-Diin Fil Lihyah wat Tadkhiin oleh 'Ali Al-Halabi hal. 31).
Sebenarnya masih banyak pendapat imam Syafi'i rahimahullah yang selaras dengan ulama yang mereka cap dengan label wahabi, dan kalau mereka mau jujur lagi sebenarnya Imam Syafi'i rahimahullah sudah pantas dikasih stempel 'wahabi', namun masalahnya beranikah mereka mencap imam madzhab mereka sebagai pendekar wahabi. (AR)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar