Taqabbalallahu minnaa wa minkum... "Semoga Allah menerima dari kami dan dari kalian"

23 Okt 2014

Dalil Bid'ah Hasanah?

"Barangsiapa yang membuat sunnah dalam Islam ini, sunnah hasanah, maka baginya berhak atas pahala, dan pahala orang yang mengamalkannya (sunnah tersebut) setelahnya, tanpa mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang membuat sunnah sayyi’ah (sunnah yang buruk) dalam Islam, maka baginya dosa dan (ditambah dengan) dosa orang-orang yang mengamalkannya setelahnya, tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun".

Dalil diatas menjadi andalan para kyai untuk melegalkan praktek bid'ahnya, seberapa kuat dalil diatas bisa dijadikan dasar untuk melegalkan ibadah yang tidak pernah dilakukan dimasa Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam, mari kita kupas tuntas. 



Sebelumnya ada baiknya kita lihat apa sababul wurud hadits itu sehingga Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyampaikan ungkapan tersebut? Dan kita tidak boleh menyomot hadits sepotong-sepotong, sebenarnya isi hadits diatas agak lumayan panjang.

Perkataan sunnah hasanah (bukan bid'ah hasanah) diatas berawal dari kedatangan dari kaum yang berasal dari bani mudhar dalam keadaan bertelanjang kaki dan telanjang dada berpakaian kulit domba yang sobek-sobek atau hanya mengenakan pakaian luar dengan menyandang pedang. Melihat kefaqiran mereka tiba-tiba raut wajah Rasulullah berubah. Lalu beliau menganjurkan kepada para shahabat agar mau bershadaqah dengan dinarnya, dirhamnya, bajunya, dengan setakar gandumnya, kurmanya, sampai beliaupun mengatakan meski dengan separuh buah kurma."

Lalu seorang shahabat dari Anshar datang membawa sebanyak shurroh (yaitu sejumlah apa yang mampu dibawa dan diikat dengan sesuatu yang menyerupai karung), hampir-hampir telapak tangannya tidak mampu mengangkatnya, bahkan tidak mampu. Melihat shahabat anshar tadi, kemudian berturut-turut orang memberi shadaqah sampai-sampai terlihat makanan dan pakaian seperti dua bukit, melihat kejadian tersebut wajah Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam bersinar seperti emas.

Lalu Rasulullah berucap "Barangsiapa yang membuat sunnah dalam Islam ini, sunnah hasanah, maka baginya berhak atas pahala, dan pahala orang yang mengamalkannya ..."

Adapun maksud dari sunnah hasanah diatas adalah memelopori suatu amal yang telah ada, bukan membuat amalan baru. Dalam hal ini shadaqah yang dipelopori oleh shahabat Anshar tadi, kemudian diikuti shahabat yang lain.

Maka itu terlalu GR kalau ada beberapa kyai yang menjadikan dalil perkataan sunnah hasanah ini terhadap amalan bid'ahnya. Karena dalil diatas sudah sangat jelas lafadznya, yakni 'Sunnah Hasanah', bukan 'Bid'ah Hasanah', justru orang yang membuat bid'ah hasanah itu terancam dengan kalimat 'Dan barangsiapa yang membuat sunnah sayyi’ah (sunnah yang buruk) dalam Islam, maka baginya dosa dan (ditambah dengan) dosa orang-orang yang mengamalkannya setelahnya, tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun'.

Sunnah sayyi'ah disini bisa berupa mengajak orang kepada kemaksiatan, seperti mempelopori tradisi kirab pusaka yang penuh dengan acara kesyirikan, yang diadakan setiap memasuki bulan muharram atau bisa juga berupa mempelopori sebuah bentuk peribadatan yang tidak ada landasannya dari Al-Qur'an dan As-Sunnah, seperti mensunnahkan setiap malam jum'at baca surah yasin berjama'ah, mensunnahkan peringatan ultah kematian, B'day Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam dll. Wallahu a'lam. (AR)

2 komentar:

  1. Sayangnya anda tidak menuliskan hadis manna sanna dst. Ini... sehingga anda tidak menerangkan hadist tsb secara etimologis.
    Saran saya jika anda akan menerangkan makna suatu hadist, baiknya anda kupas tuntas syruktur kalimatnya (nahu shrofnya), balaghohnya, asbabul wurudnya, ta'wil menurut para ulama hadist dsb.
    Keterangan hadist seperti yg anda tuliskan di atas tdk cukup untuk dijadikan hujjah ...
    Semoga kita semua mendapat taufiq dari Allah SWT

    BalasHapus

Copyright 2010@All Rights Reserved By Abu Rumaisha
a
h
s
i
a
m
u
R
u
b
A