Semestinya orang yang mendalami ilmu agama (aqidah, fiqh dsb)
itu akan menjadi seorang yang ‘alim, merasa takut kepada Allah dan dengan
ilmunya ia akan amalkan dan ia sebarkan, tapi kok sungguh aneh ya orang yang mendalami
ilmu tasawuf bukannya menjadi seorang yang alim
tapi dia jadi majnun dan akan menjadi sampah masyarakat, itu membuktikan ajaran
tersebut bukan berasal dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Maka benarlah perkataan seorang imam besar, yakni Al-Imam Syafi'i rahimahullah yang dinukil Al-Imam Al-Baihaqi rahimahullah "Jika seorang belajar tasawuf di pagi hari, sebelum datang waktu dhuhur engkau akan dapati dia menjadi orang dungu."
Dungu berarti sedikitnya akal, dan tidaklah aneh orang yang belajar tasawuf dalam sehari hingga menjadi kurang akalnya, dan hal itu bisa kita lihat dari perkataan-perkataan tokoh sufi yang sangat nyeleneh.
Maka benarlah perkataan seorang imam besar, yakni Al-Imam Syafi'i rahimahullah yang dinukil Al-Imam Al-Baihaqi rahimahullah "Jika seorang belajar tasawuf di pagi hari, sebelum datang waktu dhuhur engkau akan dapati dia menjadi orang dungu."
Dungu berarti sedikitnya akal, dan tidaklah aneh orang yang belajar tasawuf dalam sehari hingga menjadi kurang akalnya, dan hal itu bisa kita lihat dari perkataan-perkataan tokoh sufi yang sangat nyeleneh.
Diantaranya perkataan salafnya kaum sufi, Rabi'ah Al-Adawiyah, ia berkata, "Aku menyembah Allah KARENA TIDAK TAKUT NERAKA-NYA dan TIDAK MENDAMBAKAN SURGA-NYA. (Jamharatu Al-Auliai, Al-Manufi Al-Husaini, Jilid 1, hal. 270)
Kenapa mereka tidak takut neraka, mari kita simak perkataan dedengkotnya kaum sufi, Abu Yazid Al-Busthami, ia berkata, "Aku ingin Hari Kiamat terjadi AGAR AKU BISA MEMASANG KEMAHKU DI PINTU JAHANNAM." Seseorang berkata kepada Abu Yazid Al-Busthami, "Kenapa begitu wahai Abu Yazid?" Abu Yazid Al-Busthami menjawab, "Karena aku tahu bahwa JIKA JAHANNAM MELIHATKU, IA PASTI PADAM." (An-Nuru fi Kalimati Abu Thaifur As-Sahlaji, hal. 147)
Kemudian perkataan Asy-Syibli, ia berkata dalam majelis ilmunya, "Sesungguhnya Allah mempunyai hamba-hamba. Jika mereka MELUDAH di atas Jahannam, maka Jahannam PASTI PADAM." (Al-Luma', Ath-Thusi, hal. 491)
Lantas apa gerangan yang membuat mereka tidak menginginkan surga, mari kita simak perkataan Ibrahim bin Adham, ia berkata dengan do'anya, "Ya Allah, Engkau tahu bahwa surga itu tidak sebanding dengan sayap nyamuk bagiku." (Jamharatu Al-Auliyai, Abu Al-Faidh Al-Manufi Al-Husaini, Jilid II, hal. 130)
Kalau kita menyimak perkataan diatas, sungguh mereka telah melecehkan surga Allah, betapa tidak surga-Nya tidaklah bernilai dibanding sayap nyamuk, padahal Allah telah menjelaskan beberapa kenikmatan yang ada didalam surga-Nya, sekali lagi perkataan tersebut tidaklah akan keluar dari seorang makhluk yang berakal, begitu juga terhadap neraka-Nya, sampai-sampai Api Jahannam takut terhadap seorang sufi.
Begitujuga mengenai perkataan nyeleneh seorang Rabi'ah al-Adawiyah, aku beribadah kepada Allah karena takut dengan neraka-Nya juga tidak mengharap surga-Nya, lantas kalau qiyaskan dalam dunia kerja, ada seorang buruh bekerja disebuah pabrik, lantas dia berkata: "Aku bekerja dipabrik ini tidak mengharap gajih juga bukan karena takut dipecat atasan. Kalau kita gunakan akal sehat, pernyataan tersebut hanyalah keluar dari mulut seorang yang linglung, toh buat apa dia bekerja, menghabiskan hari-harinya dipabrik tersebut, dia hanya mendapat capenya saja, lantas dia makan apa dirumah kalau tidak menginginkan gajih, yang dia harapkan cuman sebatas simpati dari sang atasan.
Kalau kita cermati perkataan seorang Rabi'ah al-Adawiyah diatas, perkataan tersebut boleh dibilang aneh bin ajaib, mungkin itulah ciri khas sufi, kalo perkataan yang keluar dari lisannya tidak nyeleneh, mungkin bukan sufi lagi namanya. Padahal yang mengiming-imingi surga tersebut justru Allah sendiri sebagai pencipta surga, bukannya seorang Ibnu A'rabi (salafnya sufi) dan yang menakut-nakuti akan dahsyatnya siksa neraka bukanlah seorang Abu Yazid Al-Busthami.
Kalau kita tidak boleh berharap surga dari Allah, berarti kita telah menghina Allah Ta'ala. Sebab Allah sendiri yang telah menawarkannya, menjanjikannya, serta menyediakannya. Kalau memang kita tidak boleh berharap surga yang dijanjikan Allah, buat apa Allah Ta'ala menyebutkan tentang jannah dibanyak ayat dalam Al-Quran?
Diantaranya firman Allah Ta'ala: Dan itulah surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan. (QS. Az-Zukhruf: 72)
Juga firman-Nya: Berlomba-lombalah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. (QS. Al- Hadid: 21)
Juga firman-Nya: Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya. (Al-Kahfi: 110).
Kemudian untuk membuktikan benarnya perkataan Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah (kurang akalnya), bisa kita baca dari do'anya orang-orang sufi, yakni: "Ya Tuhan, aku rela masuk ke neraka-Mu, asal Engkau ridha." Ungkapan tersebut telah meremehkan neraka, dia pikir enak apa kalau disiksa dineraka. mana mungkin bisa Allah sampai ridha terhadap orang yang melakukan berbagai kemaksiatan, dan mana mungkin bisa Allah ridha kepada penghuni jahannam, dan tidak ada seorangpun yang luput dari neraka-Nya kecuali Allah merahmatinya.
Kemudian lagi, di Indonesia juga ada tokoh ormas keagamaan yang terkena virus sufi, bahkan ada yang bilang dia adalah seorang wali, semasa hidupnya orang ini terkenal dengan pernyataannya yang cukup nyeleneh, sampai-sampai Al Qur'an pun dibilang kitab suci paling porno, mudah-mudahan Allah mengampuninya.
Di Martapura, Kalimantan Selatan, ada juga seorang tuan guru yang disebut wali oleh pengikutnya dan dikatakan bisa mengetahui perkara ghaib, orang ini sangat kental sekali ajaran tasawufnya, selagi hidup dia menceritakan, ketika melakukan umroh, dia ziarah ke makam Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, tidak berapa lama Rasul bangkit dari kuburnya, kemudian Rasulullah mencium lutut tuan guru tadi, kemudian katanya saat pulang dari ziarah, ketika ia akan turun dari mobil Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam menghampiri ke mobil mengangkat dan menuntun saya sampai keranjang. Silahkan download rekamannya disini https://app.box.com/s/i7qjgi3ty1gdnxmp954q
Kalau boleh dibilang cerita diatas tidak lebih dari perkataan orang yang lagi ngigau disiang bolong. Orang yang sedang ngigau itu akal pikirnya tidak jalan, karena dia sedang tidur, namun anehnya perkataan sang tuan guru tersebut banyak yang mempercayainya. Padahal perkataan tersebut sangat melecehkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, masa Rasulullah sampai sujud dan mencium lutut sang guru, siapa dia, apakah dia lebih mulia dari para nabi, apakah dia lebih mulia dari para shahabat. Lagipula orang yang telah meninggal itu tidak akan kembali lagi kedunia karena ada dinding (barzakh) yang membatasinya.
Bukti lainnya, bahwa orang-orang sufi adalah
orang yang kurang akalnya, dalam meminta rezki, jodoh, dan lainnya mereka
memintanya bukan kepada Allah Yang Maha Memberi, tetapi kepada tengkorak. Kalau
kita gunakan akal sehat kita, mana mungkin orang yang sudah mati bisa
memberikan sesuatu untuk yang masih hidup, lagipula orang yang sudah mati itu
tidak akan bisa mendengar. Ketika dia hidup saja, tidak akan bisa memenuhi
hajat kita (agar cepat dapat jodoh), terlebih lagi ketika dia sudah mati, wong
dia ketika mau mandi saja dimandikan, ketika mau memakai kain kafan,
dikafankan, ketika mau dikubur, dikuburkan.
Maka pantaslah kalau Asy-Syafi’i mengatakan kepada orang-orang sufi: "Tidaklah aku melihat seorang sufi yang berakal sama sekali."
Kemudian celaan Imam Asy-Syafi'i berikutnya adalah, beliau berkata: "Dasar landasan tasawuf adalah kemalasan." (Al-Hilyah 9/136-137)
Ajaran dan amalan sufiyah sendirilah yang menjadi saksi apa yang dikatakan oleh Imam Asy-Syafi'i rahimahullah bahwa dasar landasan mereka adalah malas. Sufiyah adalah orang yang paling getol dalam melaksanakan bid'ah dan penyelisihan syariat. Mereka juga orang yang paling sangat malas dalam melaksanakan kewajiban dan menghidupkan sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Makanya jangan heran kalau ada orang sufi yang meninggalkan syari'at dan gemar melaksanakan maksiat dikarenakan dia beralasan sudah pada tingkatan ma'rifat (sesat), yang mana Allah menyatu dengan dirinya, jadi apapun yang ia lakukan itu adalah kehendak Allah. Makanya kalau kita lihat orang sufi itu sukanya dengan nyanyian (nasyid), tarian, membaca qasidah burdah daripada membaca al-Qur’an.
Sebenarnya banyak celaan ulama salaf terhadap sufi dan ajarannya, namun dalam tulisan ini ana cukupkan dengan perkataan Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah, dikarenakan banyaknya orang yang mengaku bermadzhab Syafi'i, namun kiblat ibadahnya kepada kaum sufi.
Terakhir saya akan nukilkan pendapat seorang ulama salaf, Marwan bin Muhammad rahimahullah, ia berkata: Tiga golongan manusia yang tidak bisa dipercaya dalam masalah agama, yakni: shufi, qashash (tukang kisah), dan ahlul bid’ah yang membantah ahlul bid’ah lainnya." (AR)
Maka pantaslah kalau Asy-Syafi’i mengatakan kepada orang-orang sufi: "Tidaklah aku melihat seorang sufi yang berakal sama sekali."
Kemudian celaan Imam Asy-Syafi'i berikutnya adalah, beliau berkata: "Dasar landasan tasawuf adalah kemalasan." (Al-Hilyah 9/136-137)
Ajaran dan amalan sufiyah sendirilah yang menjadi saksi apa yang dikatakan oleh Imam Asy-Syafi'i rahimahullah bahwa dasar landasan mereka adalah malas. Sufiyah adalah orang yang paling getol dalam melaksanakan bid'ah dan penyelisihan syariat. Mereka juga orang yang paling sangat malas dalam melaksanakan kewajiban dan menghidupkan sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Makanya jangan heran kalau ada orang sufi yang meninggalkan syari'at dan gemar melaksanakan maksiat dikarenakan dia beralasan sudah pada tingkatan ma'rifat (sesat), yang mana Allah menyatu dengan dirinya, jadi apapun yang ia lakukan itu adalah kehendak Allah. Makanya kalau kita lihat orang sufi itu sukanya dengan nyanyian (nasyid), tarian, membaca qasidah burdah daripada membaca al-Qur’an.
Sebenarnya banyak celaan ulama salaf terhadap sufi dan ajarannya, namun dalam tulisan ini ana cukupkan dengan perkataan Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah, dikarenakan banyaknya orang yang mengaku bermadzhab Syafi'i, namun kiblat ibadahnya kepada kaum sufi.
Terakhir saya akan nukilkan pendapat seorang ulama salaf, Marwan bin Muhammad rahimahullah, ia berkata: Tiga golongan manusia yang tidak bisa dipercaya dalam masalah agama, yakni: shufi, qashash (tukang kisah), dan ahlul bid’ah yang membantah ahlul bid’ah lainnya." (AR)
Yang menikmati yang tahu rasanya
BalasHapusJane Ngomong Opo Toh Yo
BalasHapusJane Ngomong Opo Toh Yo
BalasHapus