Taqabbalallahu minnaa wa minkum... "Semoga Allah menerima dari kami dan dari kalian"

29 Mei 2014

Dialog 'Isbal'

Qadarullah, iqomah disebuah masjid yang dilalui seorang ikhwan sedang berkumandang, maka mampirlah ikhwan tadi untuk melaksanakan shalat zhuhur berjama’ah….Selepas shalat sunnah tiba-tiba ada seorang ustadz yang juga kebetulan shalat di masjid tersebut menghampiri….

Ustadz: "Assalamu 'alaikum..."

Ikhwan: "Wa'alaikumussalam..."

Ustadz: "Bagaimana kabar kamu"

Ikhwan: "Alhamdulillah baik"

Ustadz: "Boleh akhy saya minta waktu sebentar?, ada yang ingin saya nasehatkan"



Ikhwan: "Ooh tentu saja boleh ustadz, sudah merupakan kewajiban kita sebagai seorang muslim untuk saling nasehat menasehati, silahkan ustadz!!!"

Ustadz: "Begini akhy, diantara jama'ah yang shalat tadi, saya lihat hanya antum yang celananya setengah betis"

Ikhwan: "Hhmm...Rupanya sejak awal ustadz sudah memperhatikan saya, emang ada yang salah tadz?"

Ustadz: "Ma'af nih ya, bukannya menggurui, kayaknya tidak sopan deh kalau kita menghadap Allah (shalat) memakai pakaian seperti itu, kaya celana orang mau kesawah aja!!. Seandainya kita mendapat undangan dari bapak presiden, dan oleh protokuler disuruh agar berpakaian serapi mungkin, maka seandainya kita berpakaian seadanya, dan bercelana seperti celana yang kamu kenakan sekarang, kira-kira kamu akan dilihat oleh bapak presiden sebagai orang yang tidak tahu adab, nah kalau ketemu presiden saja kita disuruh berpakaian rapi dan sempurna, terlebih lagi kalau kita menghadap Sang Pencipta"

Ikhwan: "Ma'af ustadz, masa Allah disamakan dengan bapak presiden, itu sama halnya menyerupakan Allah Ta'ala dengan makhluk, lagipula celana seperti ini memang Allah dan Rasul-Nya yang memerintahkan, yakni celana seorang mukmin itu setengah betis atau paling tidak sedikit naik diatas mata kaki!!!"

Ustadz: "Wahai akhy saya tahu akan hadits-hadits tentang larangan memanjangkan celana hingga menutup mata kaki, tapi kamu jangan memahami hadits tersebut secara tekstual saja, adapun konteks hadits tersebut, diharamkan kalau memanjangkannya karena ada sifat sombong, kalau tidak sombong tidaklah mengapa"

Ikhwan: "Duhai ustadz yang saya muliakan, sombong atau tidak sombong tetap terkena larangan (keharaman), sekarang saya tanya kepada ustadz, maksud sombong dalam hadits tersebut apa?"

Ustadz: "Sombong itu adalah menampilkan kelebihan apa yang ada dirinya atau yang dimilikinya, contohnya ada orang yang menampilkan bacaan qur'annya bagus dan seolah-olah orang lain tidak mampu menandinginya"

Ikhwan: "Ma'af ustadz, maksud sombong dalam hadits tersebut tidak seperti itu, adapun yang benar adalah 'Sombong adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain', maka bagaimana kalau sombong seperti yang ustadz maksud, ada orang yang bercelana hingga menutup mata kaki, tetapi celananya lusuh dan tidak layak pakai, tidak pantas toh dia menyombongkan diri dengan memakai celana lusuh, itu kalau sombong menurut versi ustadz.

Bukankah selama ini orang-orang yang memanjangkan celana sampai bawah mata kaki kebanyakannya karena sombong (menolak kebenaran), karena beralasan malu kalau dikatain orang kolot atau celana habis kebanjiran, dan setelah menolak kebenaran tadi maka menjalarlah kepada merendahkan orang lain, akhirnya orang yang menjalankan sunnah diperolok.

Ustadz: "Akhy, bukankan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah isbal, dan Shahabat Abu Bakar radhiallahu 'anhu pun selalu isbal (celanana melorot), itu berarti bolehnya isbal, kamu kalau baca hadits jangan setengah-setengah dong"

Ikhwan: "Ya ustadz, hadits tersebut bukanlah melegalkan akan bolehnya isbal, hadits tersebut justru memberikan pelajaran kepada kita bahwa ada sifat sombong atau tidak sombongnya, artinya beliau melakukannya karena ketidak sengajaan, waktu itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam keluar tergopoh-gopoh keluar rumah dalam rangka untuk menjelaskan kepada para sahabat bahwa gerhana matahari terjadi bukan karena kematian anak beliau, akhirnya tanpa sengaja sarung beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam melorot.

Begitupula dengan shahabat Abu Bakar radhiallahu 'anhu beliau melakukannya bukan karena faktor kesengajaan, tetapi kebetulan beliau memiliki pinggang yang kecil, mungkin dizaman dulu tidak ada gasper seperti yang sering dikenakan disarung pak ustadz. Dan beliau selalu menjaganya agar tidak menutup mata kaki, setiap kali melorot beliau naikkan lagi sarungnya, makanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan kepada beliau "Abu Bakar tidak melakukannya karena sombong."

Sebagai tambahan ustadz, ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan safar dengan para shahabat, disuatu perjalanan beliau dan shahabat bermalam disuatu tempat, qadarullah tanpa sengaja Rasul dan shahabat kesiangan bangun shubuh, lantas beliau menyuruh bilal untuk adzan shubuh, padahal waktu itu matahari sudah terik (masuk waktu dhuha), lalu apakah boleh kita shalat shubuh terus-terusan diantara jam 7 - 8 pagi, karena berdalil Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga pernah shalat shubuh kesiangan.

Ustadz: "Ya, tapi kan kalau orang yang isbal bukan karena menolak syari'at celana diatas mata kaki (sombong) tidak mengapa!, ini kan cuman perkara sunnah, seperti halnya ketika ada orang yang tidak bersiwak ketika mau shalat, namun dia tidak mengingkari bahwa bersiwak merupakan suatu yang disyari'atkan."

Ikhwan: "Duhai ustadz, sombong itu masalah hati, seandainya isbal itu boleh tanpa disertai rasa sombong, lalu apakah ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sedang bersu'udzhon tatkala menegur orang yang isbal, apakah beliau tahu isi hati orang tersebut. Dan seandainya boleh isbal tanpa sombong, harusnya beliau nanya dulu kepada orang tersebut, apakah dia melakukannya karena sombong, dan seandainya boleh isbal dengan tidak sombong tentunya diantara para shahabat mengatakan ya Rasul saya melakukannya tidak dengan sombong.

Lagipula ustadz kok mengatakan syari'at isbal ini cuman perkara sunnah yang mana kalau dikerjakan berpahala ditinggalkan tidak mengapa. Bukankah asal suatu perintah itu hukumnya wajib dikerjakan ustadz kecuali ada dalil yang menyatakan kesunahannya seperti suatu ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam meninggalkannya, maka yang wajib turun levelnya jadi sunnah. Nah sekarang kita kembali ke masalah isbal tadz, pernahkah Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan isbal meskipun tanpa sombong, kalau tidak ada riwayat yang menerangkannya berarti hukum isbal tersebut haram walaupun dilakukan tanpa kesombongan (menolak kebenaran).

Ustadz: "Tapi kan ada beberapa ulama yang menerangkan bolehnya isbal tanpa sombong"

Ikhwan: "Kok ustadz masih belum paham juga sih penjelasan saya barusan, sekarang ustadz lebih percaya dalil shahih atau cuman pendapat, kalau cuman pendapat bisa benar bisa salah, dan kalau salah kita tidak boleh mengikutinya, lagipula yang menyatakan bolehnya isbal tanpa sombong tersebut kebanyakannya dari ulama yang jauh dari generasi ulama salaf.

Baiklah ustadz saya mau pamit dulu, nanti kapan-kapan kita bisa bersua lagi.


Penulis naskah: Abu Rumaisha Al Banjary 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Copyright 2010@All Rights Reserved By Abu Rumaisha
a
h
s
i
a
m
u
R
u
b
A