Hikayat-hikayat
yang mereka ceritakan ini sebenarnya mengandung beberapa perkara yang batil,
diantaranya:
a. Jasad
Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam yang ada di kubur dapat kembali ke alam
dunia. Padahal Allah Subhanahu Wa Taala berfirman (artinya): “Dan di belakang
mereka terdapat dinding (pemisah antara alam kubur dengan alam dunia) sampai
hari mereka dibangkitkan (hari kiamat)”. (Al Mu’minuun: 100)
b. Rasulullah
sekarang ini tidak meninggal dunia. Allah Subhanahu Wa Taala membantah hal ini
dengan firman-Nya (artinya): “Sesungguhnya engkau (Muhammad) akan mati dan
merekapun akan mati (pula).” (Az Zumar: 30)
Rasulullah
Shalallahu’alaihi Wassallam adalah sebaik-baik manusia, tidak ada yang melebihi
beliau dalam hal kemuliaan dan kehormatan. Oleh karena itu, Allah Subhanahu Wa
Ta’ala menjadikan beliau sebagai suri tauladan terbaik bagi umat manusia. Allah
berfirman (artinya): “Sungguh telah ada pada diri Rasulullah Shalallahu’alaihi
Wassallam itu suri tauladan bagi kalian.” (Al Ahzab: 21)
Beliaulah yang
harus kita cintai melebihi kecintaan terhadap diri kita sendiri, orang tua,
anak, istri dan seluruh umat manusia. Namun Rasulullah Shalallahu’alaihi
Wassallam melarang umatnya dari sikap berlebihan, terkhusus sikap pengkultusan
terhadap diri beliau Shalallahu’alaihi Wassallam. Sebagaimana beliau
bersabda:
لاَ تُطْرُوْنِيْ
كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مِرْيَمَ ، إِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ ، فَقُوْلُوا
عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهُ
“Janganlah kalian
mengkultuskan diriku, sebagaimana orang-orang Nasrani mengkultuskan Isa bin
Maryam. Hanyalah aku ini seorang hamba, maka katakanlah: “(Aku adalah) hamba
Allah dan Rasul-Nya.” (H.R Al Bukhari)
Sangatlah
disayangkan ternyata kaum Sufi merupakan kaum yang paling gencar melanggar
perintah Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam tersebut. Sekian banyak bukti
pengkultusan mereka terhadap Rasulullah Shalallahu’alaihi
Wassallam
terdapat dalam
karya tulis tokoh-tokoh tersohor mereka. Sampai-sampai pengkultusan tersebut
menjerumuskan mereka ke dalam jurang kesyirikan, baik dalam hal rububiyah,
uluhiyah, ataupun asma’ wa sifat.
DIANTARA BUKTI
PENGKULTUSAN KAUM SUFI TERHADAP RASUL Shalallahu’alaihi
Wassallam
Gambaran
pengkultusan kaum Sufi terhadap Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam sangatlah
beraneka ragam, yang kesemuanya bermuara dari kedustaan, khayalan atau
kebodohan. Dapatlah kita simak gambaran-gambaran tersebut melalui bukti-bukti
berikut ini :
1. Rasulullah
Shalallahu’alaihi Wassallam Diciptakan Dari Nur (Cahaya) Allah Subhanahu Wa
Ta’ala
Diantara tokoh
Sufi yang berpendapat demikian adalah Ibnu Arabi di dalam Al Futuhat Al
Makkiyyah 1/119, Abdul Karim Al Jaili di dalam Al Insaanul Kaamil 2/46 dan
beberapa yang lainnya.
Demi memudahkan
penyebaran aqidah sesat ini, mereka memunculkan hadits yang tidak diketahui asal
usulnya yang didustakan atas nama Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam
yaitu:
أَنَّ اللهَ
تَعَالى خَلَقَ نُوْرِ نَبِيِّهِ مِنْ نُوْرِهِ
“Bahwasanya Allah
Subhanahu Wa Ta’ala menciptakan cahaya nabi-Nya dari
cahaya-Nya”
Allah Subhanahu
Wa Ta’ala membantah keyakinan keji ini dengan menyatakan bahwa Rasulullah
Shalallahu’alaihi Wassallam adalah seorang manusia sedangkan manusia itu
diciptakan dari tanah bukan dari cahaya. Allah berfirman
(artinya):
“Katakanlah
(wahai Muhammad) :” Maha Suci Tuhanku, aku tidak lain adalah seorang manusia dan
rasul.” (Al Israa’: 93)
Dia juga
berfirman (artinya): “Dan Allah menciptakan kalian (manusia) dari tanah,
kemudian nuthfah lalu menjadikan kalian berpasang-pasangan.” (Faathir:
11)
Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan bahwa Nabi Shalallahu’alaihi Wassallam
diciptakan dari unsur tanah dan tidak ada satupun manusia yang diciptakan dari
cahaya. Disamping itu, keutamaan sebagian makhluk dibanding makhluk lainnya
bukanlah karena unsur diciptakannya. Bahkan Nabi Adam beserta anak keturunannya
yang shalih itu lebih utama dari malaikat walaupun malaikat tersebut diciptakan
dari cahaya. (Disarikan dari Majmu’ Fatawa 11/94-95)
2. Seluruh Alam
Semesta Diciptakan Dari Nur (cahaya) Muhammad (Aqidah Nur
Muhammadi)
Abdul Karim Al
Jaili berkata: “Dan tatkala Allah Subhanahu Wa Ta’ala menciptakan seluruh alam
semesta ini dari nur Muhammad, maka hati Muhammad Shalallahu’alaihi Wassallam
itu merupakan bagian yang malaikat Israfil diciptakan darinya –lalu dia
mengatakan– sesungguhnya Al Aqlu Al Awwal yaitu Muhammad Shalallahu’alaihi
Wassallam, Allah ciptakan darinya Jibril sehingga Muhammad Shalallahu’alaihi
Wassallam adalah ayah Jibril dan asal usul dari seluruh alam.” (Al Insaanul
Kaamil 2/26-27).
Dari dua jenis
keyakinan kufur ini, dapat disimpulkan bahwa Allah menciptakan Rasulullah
Shalallahu’alaihi Wassallam dari cahaya-Nya, kemudian dari cahaya tersebut
terciptalah seluruh alam semesta. Sehingga tidaklah yang ada di alam semesta ini
melainkan bagian dari Dzat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Muncullah dari sini
keterkaitan kedua keyakinan itu dengan aqidah Manunggaling Kawula Gusti. Sebuah
skenario yang benar-benar keji. Wallahul Musta’an!!
3. Rasulullah
Shalallahu’alaihi Wassallam Memiliki Beberapa Sifat Ketuhanan (Rububiyyah)
Sehingga Berhak Diibadahi
Keyakinan kufur
ini tidaklah terlepas dari konsekuensi yang diraih ketika mereka menyatakan
tentang aqidah Manunggaling Kawula Gusti. Dan inilah yang ditegaskan sendiri
oleh pujangga- pujangga syair tersohor mereka.
Al Bushiri
berkata di dalam syairnya yang terkenal:
Maka sesungguhnya
diantara kedermawananmu (Muhammad) adalah adanya dunia dan
akhirat
Dan diantara
ilmumu adalah ilmu tentang Lauhul Mahfudh dan Al Qalam (yaitu ilmu tentang
segala takdir di alam semesta ini)
(Burdatul Madiih
hal. 35 yang terkenal dengan Qasidah Burdah).
Yusuf An Nabhani
menukil perkataan Syamsuddin At Tuwaji Al Mishri:
Wahai utusan
Allah, sesungguhnya aku ini lemah
Maka sembuhkanlah
aku karena sesungguhnya engkau adalah pangkal kesembuhan
Wahai utusan
Allah, bila engkau tidak menolongku
Maka pada siapa
lagi menurutmu aku akan bersandar
(Syawaahidul Haq
hal. 352)
Betapa jauhnya
penyimpangan mereka dari aqidah yang benar?!!, padahal Allah Subhanahu Wa Ta’ala
berfirman (artinya):
“Katakanlah
(wahai Muhammad): “Aku tidaklah memiliki manfaat atau dapat mencegah bahaya dari
diriku sendiri kecuali yang Allah kehendaki. Kalau seandainya aku mengetahui
yang ghaib maka tentunya aku dapat memperbanyak kebaikan untukku dan tidak ada
satupun bahaya yang menimpaku”. (Al A’raaf:188)
“Dan bila Allah
menimpakan kepadamu suatu kejelekan maka tidak akan ada yang dapat
menghilangkannya kecuali Dia saja. Dan apabila Dia mendatangkan kebaikan
kepadamu maka Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (Al
An’aam:17)
4. Rasulullah
Shalallahu’alaihi Wassallam Dapat Dilihat Di Dunia Dalam Keadaan Terjaga
(Setelah Beliau Meninggal Dunia)
Keyakinan ini
mereka ambil berdasarkan hikayat-hikayat dusta yang berasal dari tokoh-tokoh
tarekat mereka.
Asy Sya’rani
menyatakan bahwa Abul Mawaahib Asy Syadzali berkata: “Aku pernah melihat
Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam lalu berkata kepadaku tentang diri
beliau: “Aku sebenarnya tidaklah mati. Hanyalah kematianku (sekarang ini)
sebagai persembunyianku dari orang-orang yang tidak mengerti tentang Allah.”
Maka akupun melihat beliau dan beliaupun melihat aku.” (Thabaqatul Kubra 2/69
karya Asy Sya’rani).
Bahkan dengan
tegas Abul Mawaahib membawakan sabda Nabi Shalallahu’alaihi
Wassallam
dengan dusta
bahwa barangsiapa yang tidak percaya dengan pertemuan dirinya dengan beliau,
kemudian dia mati, maka dia mati dalam keadaan sebagai seorang Yahudi, Nashrani
atau Majusi!! (Thabaqatul Kubra 2/67)
Sebagian murid
Khaujili bin Abdirrahman (seorang tokoh Sufi jaman ini) menceritakan bahwa
gurunya ini pernah melihat Rasulullah sebanyak 24 kali dalam sehari sedangkan
dia dalam keadaan sadar. (Thabaqat Ibni Dhaifillah hal. 190)
Hikayat-hikayat
yang mereka ceritakan ini sebenarnya mengandung beberapa perkara yang batil,
diantaranya:
a. Jasad
Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam yang ada di kubur dapat kembali ke alam
dunia. Padahal Allah Subhanahu Wa Taala berfirman (artinya): “Dan di belakang
mereka terdapat dinding (pemisah antara alam kubur dengan alam dunia) sampai
hari mereka dibangkitkan (hari kiamat)”. (Al Mu’minuun: 100)
b. Rasulullah
sekarang ini tidak meninggal dunia. Allah Subhanahu Wa Taala membantah hal ini
dengan firman-Nya (artinya): “Sesungguhnya engkau (Muhammad) akan mati dan
merekapun akan mati (pula).” (Az Zumar: 30)
Kedua kandungan
ini cukuplah sebagai bukti tentang sikap berlebihan (pengkultusan) mereka
terhadap pribadi Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam.
Ketika aqidah
rusak mereka ini mulai terkuak, maka muncullah beragam pendapat lagi di dalam
mengkaburkan maksud kalimat “melihat Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam
dalam keadaan terjaga”. Diantara mereka ada yang mengatakan bahwa Rasulullah
Shalallahu’alaihi Wassallam bisa dilihat dengan menjelma sebagai seorang syaikh
terekat mereka, bahwa Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam bisa dilihat
dengan mata hati bukan mata kepala, Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam bisa
dilihat dalam keadaan antara tidur dan terjaga ataupun yang dilihat itu adalah
ruh beliau bukan jasadnya. Pendapat terakhir ini diucapkan oleh tokoh Sufi jaman
sekarang yaitu Muhammad Alwi Al Maliki dalam kitab Adz Dzakhaa’ir Al
Muhammadiyah hal. 259 (Khasha’ishul Musthafa hal. 217-218).
Ternyata
keyakinan ini –yang sebenarnya telah terkuak kebatilannya– dijadikan kaum Sufi
sebagai salah satu jembatan untuk memunculkan ajaran-ajaran baru (bid’ah) yang
belum pernah diajarkan Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam di masa beliau
masih bersama para sahabatnya dahulu. Satu lagi skenario jahat untuk menodai
ajaran agama suci ini.
Demikian pula
pernyataan sesat yang dilontarkan Umar Al Fuuti bahwa Ahmad At Tijani (pendiri
tarekat At Tijaniyah) pernah diijinkan Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam
untuk mengajari manusia setelah bersemedi, kemudian beliau menetapkan sebuah
wirid tertentu kepada dirinya, yang sebelumnya beliau mengabarkan tentang
kedudukan Ahmad At Tijani yang tinggi, keutamaan wirid tersebut dan janji Allah
kepada siapa saja yang mencintai Ahmad At Tijani dari kalangan pengikutnya
(Rimaahu Hizbirrahiim 1/191).
Muhammad As
Sayyid At Tijani mengungkapkan bahwa Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam
bersama para Al Khulafaur Rasyidin pernah menghadiri majelis wirid Ahmad At
Tijani. Lalu beliau Shalallahu’alaihi Wassallam memberikan syafa’at kepada
hadirin ketika itu. (Al Hidayah Ar Rabbaniyah hal. 12)
WIRID-WIRID
BID’AH KAUM SUFI
Mereka tidak
hanya menuangkan pengkultusan Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassallam melalui
pendapat ataupun untaian-untaian syair saja, tetapi juga melalui wirid dalam
bentuk shalawat nabi. Bahkan, dengan shalawat inilah banyak sekali kaum muslimin
–walaupun tidak terikat dengan ajaran mereka– terjatuh ke dalam jeratan mereka.
Hal ini disebabkan beberapa perkara, diantaranya:
a. Mereka tidak
jarang membawakan ayat-ayat ataupun hadits-hadits shahih yang masih bersifat
umum yang menganjurkan seorang muslim untuk bershalawat atau
berdzikir.
b.
Hikayat-hikayat dusta yang menceritakan tentang keutamaan-keutamaan membaca
shalawat tertentu.
Di antara
shalawat yang sangat terkenal di tengah kaum muslimin adalah shalawat Al Faatih
yang apabila membacanya mendapatkan keutamaan seperti membaca Al Qur’an sebanyak
6000 kali, shalawat Nariyah yang apabila membacanya sebanyak 4444 kali maka
hajatnya akan terpenuhi atau terlepas dari kesulitan, dan juga beberapa shalawat
lainnya yang kental dengan nuansa kesyirikan di dalam kitab Dalaailul Khairaat
karya Muhammad bin Sulaiman Al Jazuli yang sering dibaca sebagian kaum muslimin
terutama pada hari Jum’at.
(Untuk lebih
rincinya, insya Allah akan diangkat topik “Sufi dan Shalawat-shalawat Bid’ah
Mereka”)
HADITS-HADITS
LEMAH DAN PALSU YANG TERSEBAR DI KALANGAN UMAT
Hadits Ibnu Umar
:
مَنْ زَارَ
قَبْرِيْ وَجَبَتْ لَهُ شَفَاعَتِيْ
“Barangsiapa yang
menziarahi kuburku maka berhak baginya syafa’atku”
Keterangan:
Hadits ini
mungkar karena di dalam sanadnya terdapat seorang perawi yang bernama Musa bin
Hilal Al ‘Abdi. Beberapa ulama ahli hadits seperti Abu Hatim, Al Bukhari, An
Nasai, Al Hakim, Ibnu Abdil Hadi, Ibnu Hajar dan Al Baihaqi sendiri (yang
meriwayatkan hadits tersebut) mengkritik perawi tersebut. Asy Syaikh Al Albani
menyatakan bahwa hadits tersebut mungkar. (Irwa’ul Ghalil no.
1128)
Hadits-hadits
yang semakna dengan hadits di atas kerapkali dibawakan para tokoh Sufi didalam
mengajak kaum muslimin untuk meyakini adanya keutamaan tertentu di dalam
menziarahi makam beliau, sampai akhirnya mengkultuskan beliau seperti bertawasul
atau berdoa kepada beliau dan mengkeramatkan makam beliau.
Adapun ziarah ke
kubur beliau dan juga selain beliau maka hal ini diperbolehkan selama dengan
tujuan dan cara yang diajarkan Rasulullah Shalallahu’alaihi
Wassallam.
(Sumber : Buletin
Islam Al Ilmu Edisi 49/II/III/ 1426, Jember)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar