Sangat terkesima bercampur heran setelah melihat laporan keuangan disebuah masjid, yakni laporan keuangan biaya acara bid'ah Isra' Mi'raj yang menghabiskan uang sejumlah 23 juta sekian, adapun perincian dari total pengeluaran tersebut adalah untuk biaya:
1. Honor Penceramah
2. Honor Qari (Pembaca Qur'an)
3. Honor Habsy (terbang)
4. Daging Sapi + Ayam + Beras
5. Biaya Tenda
6. Air Mineral + tisu
7. Sound System
Yang membikin ana heran adalah, kok untuk biaya acara bid'ah mereka sangat royal, namun untuk hal-hal yang disyari'atkan mereka sangat pelit, bayangkan kalo uang segitu banyak digunakan untuk kemaslahatan umat, insha Allah akan bermanfaat dan mendapatkan berkah.
Padahal kalo kita lihat, hampir disetiap daerah ada beberapa panitia pembangunan masjid yang sampai ngemis dijalan hanya untuk meminta sumbangan kepada para pengendara yg melintas (bukankah kelakuan tersebut merusak citra Islam), seandainya kita kumpulkan semua uang yang dihabiskan untuk acara-acara bid'ah tersebut, dari sabang sampai merauke, niscaya sekian milyar akan terkumpul.
1. Honor Penceramah
2. Honor Qari (Pembaca Qur'an)
3. Honor Habsy (terbang)
4. Daging Sapi + Ayam + Beras
5. Biaya Tenda
6. Air Mineral + tisu
7. Sound System
Yang membikin ana heran adalah, kok untuk biaya acara bid'ah mereka sangat royal, namun untuk hal-hal yang disyari'atkan mereka sangat pelit, bayangkan kalo uang segitu banyak digunakan untuk kemaslahatan umat, insha Allah akan bermanfaat dan mendapatkan berkah.
Padahal kalo kita lihat, hampir disetiap daerah ada beberapa panitia pembangunan masjid yang sampai ngemis dijalan hanya untuk meminta sumbangan kepada para pengendara yg melintas (bukankah kelakuan tersebut merusak citra Islam), seandainya kita kumpulkan semua uang yang dihabiskan untuk acara-acara bid'ah tersebut, dari sabang sampai merauke, niscaya sekian milyar akan terkumpul.
Dan kalo uang sekian milyar tersebut kita kelola dengan benar insha Allah bisa membantu ekonomi orang-orang miskin, atau untuk perbaikan masjid agar tidak ada lagi panitia masjid yang turun kejalan untuk meminta sumbangan perbaikan masjid.
Ajibnya, ketika mereka tiap tahunnya memperingati perayaan isra' mi'raj, namun urgensi dari peristiwa isra' mi'raj (perintah shalat) tersebut tidak mereka resapi, bahkan diantara sekian banyak jama'ah yang hadir, barangkali masih ada yang shalatnya bolong-bolong, ada yang shalatnya cuman setahun sekali (shalat malam nisfu sya'ban doang), ada yang mingguan (jum'atan doang) dan seterusnya.
Parahnya lagi, ketika Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan mi'raj keatas langit untuk menerima pensyari'atan shalat 5 waktu, mereka mengingkari keberadaan Allah Ta'ala diatas langit. Dalam peristiwa isra' mi’raj, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam naik bersama Jibril ‘alaihissalam menembus langit dunia, kemudian naik sampai langit ke tujuh dan Sidratul Muntaha.
Kemudian beliau menghadap Allah untuk menerima perintah shalat.
Dalam hadits Anas bin Malik radhiallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menceritakan: "Maka aku menemui Tuhanku Yang Maha Suci dan Maha Tinggi sementara Dia berada di atas ‘Arsy-Nya". (Mukhtasar al-‘Uluw hal. 87)
Maka kita kasih pertanyaan memusingkan ketika mereka mengingkari ketinggian Allah;
1. Kalau Allah tidak berada dilangit, lantas ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan mi'raj apakah beliau cuman jalan-jalan doang untuk melihat kerajaan langit, padahal beliau bersabda: Maka aku menemui Tuhanku Yang Maha Suci dan Maha Tinggi sementara Dia berada di atas ‘Arsy-Nya.
2. Seandainya Allah tidak dilangit, terus ngapain Allah repot-repot mengutus Jibril untuk menemani Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam naik keatas langit untuk menerima syari'at shalat.
3. Kenapa ketika seorang budak wanita mengatakan Allah ada di langit Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyalahkannya, malah beliau mengatakan kepada para shahabat, bebaskan dia karena ia seorang wanita yang mulia.
4. Kenapa para ulama salaf mengkafirkan orang yang mengingkari Allah ada diatas langit.
Bonus Note's:
Kita wajib meyakini bahwa Allah tidak butuh kepada ‘Arsy karena ‘Arsy adalah makhluk-Nya. Allah menciptakan ‘Arsy dan memilihnya sebagai singgasana untuk-Nya, padahal ia tidak butuh terhadap ‘Arsy, adalah dalam rangka hikmah yang agung, yang hanya diketahui oleh-Nya. Makanya kita wajib menjauhkan diri dari tasybiih, yaitu menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya dalam hal ini. Kita tidak boleh mengatakan seperti: "Allah bersemayam di atas ‘Arsy seperti duduknya seorang Raja di atas singgasananya (Maha Suci Allah dari serupa dengan makhluk-Nya)."
Karena Allah berfirman: "Tidak ada satu pun yang semisal dengan-Nya. Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS. Asy-Syura: 11)
Demikian juga kita tidak.boleh menolak bersemayamnya Allah di atas ‘Arsy dengan alasan.penyerupaan dengan.sifat makhluk. Yakini dan benarkan, jangan ditolak, jangan pertanyakan.bagaimana Allah bersemayam, dan jangan dibayangkan, serahkan kaifiatnya kepada Allah karena hanya Dia yang tahu. Yang jelas, kaifiat bersemayamnya Allah di atas ‘Arsy tidak sama dengan makhluk-Nya dan berbeda dengan apa yang kita bayangkan, inilah aqidah yang benar.
Wallahu a'lam (AR)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar