Tidak setiap perbuatan maksiat bisa dikatakan bid'ah, tapi setiap perbuatan bid'ah sudah pasti dinamakan maksiat, kenapa? Karena pada prinsipnya pelaku bid'ah tersebut menyelisihi apa apa yang diperintahkan dan apa-apa yang dilarang oleh syari'at. Contoh menyelisihi perkara yang disunnahkan, disunnahkan membaca QS. Al-Kahfi dimalam dan disiang jum'at, tetapi mereka menyelisihinya dengan membaca yasin, sudah itu berjama'ah lagi (bid'ah kuadrat). Kemudian contoh menyelisihi perkara yang dilarang oleh syari'at, ada larangan beribadah dan duduk-duduk dikuburan, tetapi para quburan mania (quburiyyun) malah mengadakan berbagai bentuk peribadatan dikuburan.
Sedangkan maksiat pada dasarnya mereka hanya menyelisihi perkara yang dilarang oleh syari'at, seperti berjudi, memakan harta haram, berzina, mencuri, mabuk-mabukan, intinya maksiat terjadi karena hawa nafsu yang tidak terkendali, makanya tidak setiap maksiat bisa dikatakan bid'ah.
Tetapi bukan hanya pelaku maksiat saja yang mengikuti hawa nafsu, para bid'ah lovers juga mengikuti hawa nafsu, bukan itu saja, mereka juga suka mengikuti syubhat. Makanya mereka menetapkan hukum dengan prasangka dan syubhat. Mereka mengikuti prasangka (zhon) dan merasa benar apa yang telah dilakukannya, padahal telah datang petunjuk dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah Ta'ala berfirman: "Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapatkan petunjuk dari Allah." (Al-Qashash: 50)
Oleh karenanya, Imam At-Tsauri rahimahullah berkata: "Bid’ah lebih di cintai oleh iblis dari pada perbuatan maksiat, orang terkadang bertaubat dari maksiat tetapi seseorang sulit bertaubat dari perbuatan bid’ahnya. Kenapa pelaku bid'ah lebih sulit diajak untuk bertaubat, bukankah awal dari permulaan taubat tersebut mengakui bahwa perbuatannya tersebut salah. Adapun pelaku bid'ah, selama ini ia menyangka bahwa apa yang dikerjakannya merupakan bagian dari ibadah, sehingga ketika ada yang mencoba menasehatinya maka ia segera membela diri, akhirnya keluarlah kata-kata; masa baca qur'an dilarang, masa ziarah qubur ngga boleh, dasar wahabi !!!
Berbeda dengan pelaku maksiat, dari awal ia mengerjakan sudah terbesit dalam hatinya bahwa perbuatan tersebut mengandung dosa, makanya kalau menasehati pelaku maksiat lebih mudah, mereka hanya manggut-manggut karena ia mengerti apa yang dikerjakannya salah, walaupun hati kecilnya berkata; mumpung masih muda, maka bersenang-senang dulu, ntar kalo udah tua baru tobat, inilah bedanya maksiat dengan bid'ah.
Namun kalau urusan dosa, antara maksiat dengan bid'ah mempunyai kesamaan, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barang siapa yang menyeru kepada petunjuk , maka dia mendapatkan pahala sebagaimana pahala-pahala yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan barang siapa yang menyeru kepada kesesatan, maka dia mendapatkan dosa-dosa orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosa-dosa mereka mereka sedikitpun." (HR. Muslim)
Kemudian, diantara dampak buruk bid'ah dan maksiat adalah dapat melenyapkan sunnah, artinya kalau bid'ah dan maksiat sama-sama berkolaborasi untuk menghancurkan sunnah, sebaliknya kalau sunnah yang dominan maka semakin lemahlah kedua hal tersebut. Seperti apa yang di katakan oleh Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu: "Tidaklah datang suatu tahun pada manusia melainkan mereka membuat bid'ah dan mematikan sunnah, hingga bentuk-bentuk bid'ah menjadi hidup dan sunnah menjadi mati."
Biarpun bid’ah dan maksiat mempunyai persamaan, keduanya juga mempunyai perbedaan. Dasar larangan maksiat biasanya berupa dalil-dalil yang khusus, baik dari Al-Quran , As-Sunnah, atau ijma' atau qiyas. Berbeda dengan bid’ah, dasar larangannya biasanya berupa dalil-dalil yang umum dan serta cakupan sabda Rasulullah bahwa setiap bid’ah itu sesat. Mudahnya, jika kita biasa mendapatkan larangan dalam hal maksiat, "Dan janganlah kamu mendekati perbuatan zina…" maka dalam hal bid'ah kita tidak akan mendapatkan larangan, "Janganlah kamu melakukan peringatan isra' mi'raj, maulidan, dan
seterusnya…". Larangan bid’ah adalah berdasar dalil umum semacam hadits, "Setiap perbuatan baru yang diada-adakan adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap yang sesat tempatnya di
neraka, juga hadits "Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak"
Wallahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar