Taqabbalallahu minnaa wa minkum... "Semoga Allah menerima dari kami dan dari kalian"

11 Mar 2014

Wahai Kyai, Jangan Kau Bikin Syari'at Sendiri

Cara memakai sendal ada dalilnya, cara memakai pakaian ada dalilnya, perintah shalat, puasa, zakat dan haji terlebih lagi banyak dalilnya. Itulah bukti kesempurnaan islam, dari yang tidak begitu penting sampai yang paling penting sudah dijelaskan, seperti ada hadits yang menjelaskan jumlah uban dikepala Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, kalau sudah dikatakan sempurna berarti tidak perlu ada penambahan lagi.

Kira-kira mau tidak ketika seseorang sudah diciptakan Allah Ta'ala sudah sesempurna mungkin, punya mata, telinga tangan dan kaki diciptakan sepasang, lalu oleh dokter ditawarkan dipasang satu bola mata lagi didahi supaya penglihatannya jadi luas, atau ditambah lagi satu kuping tepat dibelakang kepalanya supaya pendengarannya jadi tajam, saya rasa siapapun orang (asalkan masih waras otaknya) akan menolak mentah-mentah tawaran tersebut, walaupun dikasih hadiah sekalipun, kenapa? Karena dia sadar bahwasanya dia sudah diciptakan sempurna oleh Allah Ta’ala, sehingga tidak bagus kalau ditambah-tambah lagi.


Maka ketika islam sudah dikatakan telah sempurna, idealnya tidak ada lagi penambahan dalam bentuk peribadatan, sebab kalau ada yang berani menambah, maka konsekwensinya ia telah kufur terhadap ayat tentang kesempurnaan islam (QS. Al-Maidah: 3). Dan sebagai makhluk yang tugasnya hanya menjalankan syari’at, maka tidak ada hak dia untuk ikut campur dalam membuat pensyari’atan, walaupun dia memandangnya baik.

Dibawah ini saya akan menjelaskan ciri-ciri ibadah yang ada syari'atnya dan yang tidak disyari'atkan. Diantara beberapa ciri ibadah yang ada syari'atnya (sesuai dengan sunnah) adalah:
* Ada dalil shahih yang memerintahkannya.
* Ada keutamaan dan ganjaran pahala bagi yang mengerjakannya, serta ada ancaman bagi yang meninggalkan kalau ibadah tersebut bersifat wajib.
* Yang memerintahkan ibadah tersebut jelas datangnya dari Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam, baik dari segi tata cara, waktu, kadar bilangan, tempat, dan beliau pun mempraktekkannya diikuti oleh para shahabat radhiallahu 'anhu.
* Seluruh kaum muslimin melakukannya, baik dari bangsa arab, eropa, asia dll, kecuali orang-orang yang malas beribadah.
* Ibadah tersebut tidak memberatkan, dan bagi yang tidak mampu ada keringanan.

Adapun ibadah yang tidak ada syari'atnya, maka berlawanan (kontra) dengan ciri ibadah seperi yang dicontohkan dalam poin diatas. Kita ambil satu contoh produck innovation bid'ah best seller dikerjakan masyarakat muslim di Indonesia. Ketika kita tanyakan dalil sahih yang memerintahkannya, (baik kyai maupun orang awam) mereka seakan-akan tidak pede (malu-malu kucing) untuk menunjukkan dalil yang memerintahkannya, bahkan lucunya ketika ditanya mereka balik nanya, dengan tujuan melarikan persoalan.

Dan kalaupun ada yang berani menjawab, maka dalilnya plin-plan, ketika dibantah dalihnya pun berubah-ubah, bahkan diantara para kyainya pun dalilnya tidak kompak. Ada yang berdalil dengan atsar salah seorang dari generasi tabi'in Thaawus, "Sesungguhnya orang yang meninggal akan terfitnah (diuji) dalam kuburnya selama 7 hari. Dulu mereka menyukai untuk memberikan makanan dari mereka (yang meninggal) pada hari-hari tersebut."

Namun setelah diteliti ternyata atsar tersebut lemah dari sisi periwayatannya, makanya ketika dikatakan kepada kyai tersebut atsar tersebut lemah, sang kyai pun tersipu malu, sebab kalau kyai tersebut mengatakan sahih sama halnya dengan bunuh diri, masa iya sih ada dalil sahih tapi kita tidak pernah membaca ada riwayat para shahabat melakukan ultah kematian, padahal mereka orang-orang yang paling bersemangat dalam menjalankan sunnah ketika diperintahkan. Dan kalau mereka mau jujur berdalil dengan atsar tersebut, lantas kenapa penanggalan dalam acara tersebut mirip ritualnya orang hindu (1, 3, 7, dst), bukan pada diitungan hari ke-7 seperti dalam atsar.

Kemudian ada lagi kyai yang berdalih bahwa ultah kematian tersebut hanyalah tradisi yang sudah turun temurun dilakukan masyarakat, wahai kyai apakah anda tidak bisa membedakan antara adat dengan syari'at, bukankah ritual tersebut dibuat oleh agama nenek moyang dan mereka meyakini ritual tersebut merupakan bagian dari ibadah, dan termaktub dalam kitab mereka (Weda). Perlu diketahui yang namanya adat tersebut merupakan urf (kebiasaan) disuatu daerah, misalkan kebiasaan masyarakat indonesia menggunakan peci, baju koko, sarung, makan pakai sendok, acara 17 agustusan dll dengan syarat tidak melanggar batasan syari'at maka kita boleh mengikutinya.

Lagipula kalau ultah kematian tersebut dikatakan hanya tradisi, lalu kenapa orang yang enggan menghadiri dan melaksanakannya malah dikucilkan, dan kalau cuman sekedar tradisi kenapa ada keyakinan bahwa pahala dari dilakukannya acara tersebut bisa ditransfer kepada mayyit, seolah-olah pahala para kyai yang mengatur, wong kita shalat yang jelas-jelas ada perintahnya saja tidak tahu bakal diganjar pahala atau tidak. Dan kalau cuman berdalih dengan tradisi kenapa acaranya mengandung ibadah, toh kalau cuman tradisi kenapa tidak diselipkan acara panjat pinang dan balap karung, kan kalau orang mengadakan tradisi lomba 17 agustusan (panjat pinang dan lainnya) tidak ada berharap pahala. (AR)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Copyright 2010@All Rights Reserved By Abu Rumaisha
a
h
s
i
a
m
u
R
u
b
A