Taqabbalallahu minnaa wa minkum... "Semoga Allah menerima dari kami dan dari kalian"

1 Nov 2014

Dialog Tentang Bid'ah Hasanah

Alkisah, konon di suatu tempat di negeri Aswaja tepatnya di kampung bid'ah, terjadi dialog antara seorang ustadz yang ngga paham soal bid'ah dengan seorang santrinya yang tak terlalu pinter (tentunya dialog ini hanyalah rekayasa). Dialog ini menceritakan tentang aduan seorang santri kepada ustadnya dikarenakan ada ikhwan (mantan bid'ah lovers) yang mencoba menasehati bahwa apa yang diamalkannya selama ini tidak ada tuntunannya.

Singkat cerita sang ustadz menyuruh santrinya untuk mengundang ikhwan tersebut kerumah agar mau berdialog tentang permasalahan bid'ah. Pada suatu hari dipertemukanlah ikhwan tadi dengan ustadz, setelah saling mengucap salam dan berbasa-basi, dimulailah dialog tentang masalah bid'ah...

Ustadz: "Wahai mantan jama'ahku yang baik", Aku mendengar akhir-akhir ini engkau rajin hadir dipengajian salafy wahabi (sawah), bahkan aku dengar engkaupun sudah berani membid'ahkan ajaran yang dulu kau amalkan (maulid, ultah kematian, yasinan dll). Apakah kamu lupa dengan apa yang aku ajarkan bahwa bid'ah itu ada yang dholalah (sesat) dan ada yang hasanah. Janganlah kamu terdoktrin oleh ustadz sawah tersebut.


Ikhwan: "Mohon ma'af mantan ustadzku, dalam masalah ibadah tidak ada pembagian bid'ah menjadi 2, bid'ah dholalah dan bid'ah hasanah. Bid'ah itu semuanya sesat tadz, hal tersebut telah disabdakan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam termaktub dalam kitab muslim no. 867, "Amma ba'du, Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu' alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid'ah, setiap bid'ah adalah kesesatan".

Ustadz: "Ya akhy adapun makna kullu dalam hadits yang engkau bawakan tadi bermakna umum, dan kullu disini masih ada pengecualiannya (tidak setiap), baru ikut kajian sawah saja sudah berani ngomong bid'ah kamu ini"

Ikhwan: "Ya ustadz, kalau kullu disini masih ada pengecualian (tidak setiap), lalu adakah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menerangkan dalam hadits lainnya kalau bid'ah hasanah tidak termasuk dalam kata kullu dihadits tersebut, tolong tadz bawakan hadits pengecualiannya. Semua hadits tentang bid'ah tidak ada mengindikasikan tentang pengecualian. Lagipula sejak generasi para shahabat radhiallahu 'anhu, tabi'in sampai imam 4 yang fasih ilmu balaghoh, nahwu, Shorofnya tidak pernah mengutak atik kata kullu dalam hadits bid'ah tersebut. Kalau ustadz mengartikan kata kullu dengan tidak setiap, seolah-olah ustadz menganggap Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam tidak bisa menggunakan istilah bahasa arab dengan betul maka anggapan seperti ini bisa membawa kepada kekufuran yang nyata.

Ustadz: "Heeh so' tau kamu...Kalau kamu menolak adanya bid'ah hasanah, lalu bagaimana dengan pernyataan shahabat 'Umar bahwa sebaik-baik bid'ah adalah ini (taraweh berjama'ah) dan perkataan Imam Asy Syafi'i yang membagi bid'ah menjadi 2 (bid'ah dholalah dan bid'ah hasanah), terus lagi pengumpulan Al-Qur'an itu juga bagian dari bid'ah hasanah bukan".

Ikhwan: "Ya ustadz hadits shahabat 'Umar radhiallahu 'anhu tersebut jangan ditafsirkan akan adanya bid'ah hasanah, sekarang saya tanya balik ke pak ustadz, di zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sudah dilakukan tidak shalat taraweh berjama'ah, kalau sudah berarti bukan ibadah baru toh. Apalagi dengan beliau mengajak shahabat untuk melaksanakan taraweh berjama'ah justru menghidupkan sunnah hasanah, dikarenakan di zaman Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam sempat ditinggalkan dikarenakan takut diwajibkan kepada umat, sebab pada waktu itu wahyu masih turun. Nah begitu juga dengan pengumpulan Al Qur'an dizaman shahabat bukanlah bagian dari bid'ah, karena penulisannya sendiri telah diperintahkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ada diantara shahabat yang bertugas menulis ayat-ayat Al-Qur’an lalu setelah semua ayat Al-Qur'an sudah lengkap maka dibukukanlah menjadi satu. Saya berikan gambaran kepada pak ustadz, seandainya pak ustadz menulis sebuah makalah, lalu isi dari makalah tersebut baru selesai hanya dari bab 1 dan 2, tidak mungkin toh pak ustadz langsung menjilid bab 1 dan 2 tersebut, karena bab berikutnya masih dalam proses penulisan. Begitu pula dengan Al-Qur'an, tidak mungkin Al-Qur'an dikumpulkan dalam satu mushaf pada zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam karena wahyu masih terus turun, jika dipaksakan untuk dikumpulkan dalam satu mushaf, maka akan sia-sia karena setelah itu akan turun lagi ayat yang tempatnya di tengah-tengah mushaf yang berarti akan merusak susunan mushaf tersebut, seperti kita ketahui QS. Al-Maidah; 3 kan ayat yang terakhir turun. Lagipula kalau Al-Qur'an cuman berupa lembaran-lembaran itu namanya bukan kitab lagi, tapi suhuf (lembaran), seperti lembaran yang Allah turunkan kepada para Nabi-Nabi terdahulu, seperti Nabi Ibrahim, Isa 'Alaihissalam yang mana suhuf tersebut berisi hukum-hukum, adab, dan nasehat. Dan seandainya Al-Qur'an itu berupa lembaran (tidak dikumpulkan) maka tidak akan terjaga hingga akhir zaman. Dan kalaulah shalat taraweh berjama'ah dan pengumpulan ayat Al-Qur'an tersebut memang murni bid'ah menurut persangkaan ustadz, toh kita wajib mengikuti sunnah Khulafaur Rasyidin seperti yang diperintahkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Ustadz: Wahai akhy rupanya kamu belum khatam membaca kitab hadits, bukankah ada hadits yang menceritakan seorang bilal yang dalam setiap waktunya selalu dalam keadaan suci dan apabila batal beliau lantas berwudhu dan setiap selesai berwudhu beliau shalat 2 raka'at dan perbuatan tersebut dilegitimasi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bahkan akibat dari perbuatan bilal tersebut Rasulullah mendengar suara terompah bilal disurga.

Kemudian bukti lainnya bahwa para shahabat melakukan bid'ah hasanah adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, diceritakan ada salah seorang shahabat yang shalat dibelakang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, ketika Rasulullah bangkit dari ruku' dan mengucapkan ‘sami'allahu liman hamidah’ kemudian shahabat tadi menjawab dengan bacaan do'a 'Rabbana lakal hamdu...'. Kemudian setelah shalat Setelah shalat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya: 'Siapa tadi yang berdo'a?' shahabat tadi menjawab: 'Aku, ya Rasul-Allah. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata: ‘Aku melihat lebih dari 30 malaikat berebut ingin mencatat do’a itu lebih dulu’.

Ikhwan: "Baiklah ustadz, 2 riwayat hadits tersebut tidak asing lagi bagi kita. Tapi riwayat yang ustadz sebutkan tadi tidak bisa dijadikan dalil untuk melegalisasi bid'ah hasanah, lagipula banyak juga perbuatan shahabat yang menyelisihi sunnah, Nabi pun menegurnya dan seandainya 2 contoh yang dilakukan shahabat tadi memang dikategorikan sebagai bid'ah hasanah, berarti Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak konsisten dong dengan perkataannya, bukankah dalam setiap hadits tentang bid'ah, beliau selalu menegaskan setiap bid'ah sesat dan setiap kesesatan tempatnya dineraka.
Perlu ustadz ketahui, 2 kasus yang ustadz bawakan tadi masih berada dizaman wahyu, artinya perbuatan shahabat tadi menjadi bagian dari sunnah, karena sunnah tidak hanya datang lewat perantara Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tapi bisa juga lewat para shahabatnya. Nah kalau zaman HP Touch Screen dan android ini siapa yang merekomendasikan bahwa suatu amalan baru bisa dikategorikan sebuah hasanah, siapa yang memberi wahyu kepada kita.
Jadi apa yang dilakukan para shahabat tadi bukanlah sebagai bid'ah hasanah tapi bisa dikatakan sebagai sunnah taqririyyah.

Oh ya!! Tadi ustadz hanya membawakan dalil perbuatan shahabat yang tidak diingkari oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, padahal banyak juga lho kisah perbuatan shahabat yang diingkari oleh Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Seperti ketika ada salah seorang shahabat yang sedang safar dalam keadaan junub, lalu ditengah perjalanan ia tidak menjumpai air untuk bersuci, akhirnya ia berinisiatif mengguling-gulingkan sekujur tubuhnya kepasir. Ketika bertemu dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ia ceritakan kejadian tersebut, lantas Rasulullah mengajarkan kepada shahabat tadi kalau bertayammum itu seperti ini, kemudian seperti ini dan seperti ini (sambil memperagakan tayammum).

Kemudian dalam kasus lainnya, ketika Rasulullah beritiqaf di masjid, lalu beliau mendengar sebagian shahabat mengeraskan bacaan, lalu beliau membuka tabir, seraya bersabda "Ketahuilah! Sesungguhnya tiap-tiap kamu itu sedang bermunajat kepada Rabb-nya, oleh karena itu janganlah sebagian kamu mengganggu sebagian yang lain, dan janganlah sebagian kamu mengeraskan bacaannya kepada sebagian yang lain (HR. Abu Dawud)

Diriwayat yang lain Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menegur para shahabat ketika mereka meninggikan suara dalam berdo'a: "Kasihanilah diri kalian karena kalian tidak berdo'a kepada Rabb yang tuli dan jauh, tetapi kalian berdo'a kepada Rabb Yang Maha Mendengar dan Maha Dekat". (HR. Bukhari)
Dalam riwayat Bukhari, ada tiga orang mendatangi rumah istri-istri Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam dan bertanya tentang ibadah Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam, saat itu mereka mengira ibadahnya tidak ada apa-apanya dibanding Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam. Kemudian salah seorang dari mereka berkata, "Sungguh, aku akan shalat malam selama lamanya" (tanpa tidur). Kemudian yang lain berkata, “Kalau aku, sungguh aku akan berpuasa Dahr (setahun penuh) dan aku tidak akan berbuka". Dan yang lain lagi berkata, "Aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selama-lamanya". Kemudian datanglah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada mereka seraya bertanya: "Kalian berkata begini dan begitu. Ada pun aku, demi Allah, adalah orang yang paling takut kepada Allah di antara kalian, dan juga paling bertakwa. Aku berpuasa dan juga berbuka, aku shalat dan juga tidur serta menikahi wanita".

Ustadz: "Ahh hadits yang kamu bawakan itu kan cuman menurut pemahaman kamu saja (sudah mulai terpojok)"

Ikhwan: "Oke, gini saja, sekarang saya tanyakan kepada ustadz, syarat diterimanya amal ibadah itu apa aja?"

ustadz: "Pertama ikhlas, kedua ittiba' kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam"
Ikhwan: "Nah tuh ustadz tau, sekarang saya tanya lagi kepada ustadz, ulang tahun kematian, B'Day Nabi, Yasinan berjama'ah tiap malam jum'at termasuk ajaran yang dicontohkan Nabi atau tidak!"

Ustadz: (sudah mulai terjebak)... Lanaa a'malunaa wa lakum a'malukum... Assalamu 'alaikum (sambil berlalu)...

Ikhwan: "Wa 'alaikumussalam"

AR - Kota Seribu Sungai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Copyright 2010@All Rights Reserved By Abu Rumaisha
a
h
s
i
a
m
u
R
u
b
A