Dari 'Umar Ibnul
Khaththab radhiyallahu 'anhu, beliau berkata: "Sesungguhnya seseorang keluar
dari rumahnya dalam keadaan dia mempunyai dosa-dosa seperti gunung Tihamah, akan
tetapi apabila dia mendengar ilmu (yaitu mempelajari ilmu dengan menghadiri
majelis ilmu), kemudian dia menjadi takut, kembali kepada Rabbnya dan bertaubat,
maka dia pulang ke rumahnya dalam keadaan tidak mempunyai dosa.
Oleh karena itu, janganlah kalian meninggalkan majelisnya para ulama." (Miftaah Daaris Sa'aadah, karya Al-Imam Ibnul Qayyim, 1/77)
Oleh karena itu, janganlah kalian meninggalkan majelisnya para ulama." (Miftaah Daaris Sa'aadah, karya Al-Imam Ibnul Qayyim, 1/77)
Setelah
dipaparkan ayat-ayat dan hadits-hadits yang berkaitan dengan ilmu dan
keutamaannya pada edisi yang lalu, sekarang akan dibawakan beberapa atsar yang
berisi nasehat dan keterangan akan pentingnya ilmu dan
mempelajarinya.
Pertama: Dari
'Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu, beliau berkata: "Ilmu itu lebih baik
daripada harta, ilmu akan menjagamu sedangkan kamulah yang akan menjaga harta.
Ilmu itu hakim (yang memutuskan berbagai perkara) sedangkan harta adalah yang
dihakimi. Telah mati para penyimpan harta dan tersisalah para pemilik ilmu,
walaupun diri-diri mereka telah tiada akan tetapi pribadi-pribadi mereka tetap
ada pada hati-hati manusia." (Adabud Dunyaa wad Diin, karya Al-Imam Abul Hasan
Al-Mawardiy, hal.48)
Kedua: Dari
'Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu bahwasanya beliau apabila melihat para
pemuda giat mencari ilmu, beliau berkata: "Selamat datang wahai sumber-sumber
hikmah dan para penerang kegelapan. Walaupun kalian telah usang pakaiannya akan
tetapi hati-hati kalian tetap baru. Kalian tinggal di rumah-rumah (untuk
mempelajari ilmu), kalian adalah kebanggaan setiap kabilah." (Jaami' Bayaanil
'Ilmi wa Fadhlih, karya Al-Imam Ibnu 'Abdil Barr, 1/52)
Yakni bahwasanya
sifat mereka secara umum adalah sibuk dengan mencari ilmu dan tinggal di rumah
dalam rangka untuk mudzaakarah (mengulang pelajaran yang telah didapatkan) dan
mempelajarinya. Semuanya ini menyibukkan mereka dari memperhatikan berbagai
macam pakaian dan kemewahan dunia secara umum demikian juga hal-hal yang tidak
bermanfaat atau yang kurang manfaatnya dan hanya membuang waktu belaka seperti
berputar-putar di jalan-jalan (mengadakan perjalanan yang kurang bermanfaat atau
sekedar jalan-jalan tanpa tujuan yang jelas) sebagaimana yang biasa dilakukan
oleh selain mereka dari kalangan para pemuda.
Ketiga: Dari
Mu'adz bin Jabal radhiyallahu 'anhu, dia berkata: "Pelajarilah oleh kalian ilmu,
karena sesungguhnya mempelajarinya karena Allah adalah khasy-yah; mencarinya
adalah ibadah; mempelajarinya dan mengulangnya adalah tasbiih; membahasnya
adalah jihad; mengajarkannya kepada yang tidak mengetahuinya adalah shadaqah;
memberikannya kepada keluarganya adalah pendekatan diri kepada Allah; karena
ilmu itu menjelaskan perkara yang halal dan yang haram; menara jalan-jalannya
ahlul jannah, dan ilmu itu sebagai penenang di saat was-was dan bimbang; yang
menemani di saat berada di tempat yang asing; dan yang akan mengajak bicara di
saat sendirian; sebagai dalil yang akan menunjuki kita di saat senang dengan
bersyukur dan di saat tertimpa musibah dengan sabar; senjata untuk melawan
musuh; dan yang akan menghiasainya di tengah-tengah
sahabat-sahabatnya.
Dengan ilmu
tersebut Allah akan mengangkat kaum-kaum lalu menjadikan mereka berada dalam
kebaikan, sehingga mereka menjadi panutan dan para imam; jejak-jejak mereka akan
diikuti; perbuatan-perbuatan mereka akan dicontoh serta semua pendapat akan
kembali kepada pendapat mereka. Para malaikat merasa senang berada di
perkumpulan mereka; dan akan mengusap mereka dengan sayap-sayapnya; setiap
makhluk yang basah dan yang kering akan memintakan ampun untuk mereka, demikian
juga ikan yang di laut sampai ikan yang terkecilnya, dan binatang buas yang di
daratan dan binatang ternaknya (semuanya memintakan ampun kepada Allah untuk
mereka). Karena sesungguhnya ilmu adalah yang akan menghidupkan hati dari
kebodohan dan yang akan menerangi pandangan dari berbagai kegelapan. Dengan ilmu
seorang hamba akan mencapai kedudukan-kedudukan yang terbaik dan derajat-derajat
yang tinggi baik di dunia maupun di akhirat.
Memikirkan ilmu
menyamai puasa; mempelajarinya menyamai shalat malam; dengan ilmu akan
tersambunglah tali shilaturrahmi, dan akan diketahui perkara yang halal sehingga
terhindar dari perkara yang haram. Ilmu adalah pemimpinnya amal sedangkan amal
itu adalah pengikutnya, ilmu itu hanya akan diberikan kepada orang-orang yang
berbahagia; sedangkan orang-orang yang celaka akan terhalang darinya." (Ibid.
1/55)
Keempat: Dari
'Umar Ibnul Khaththab radhiyallahu 'anhu, beliau berkata: "Sesungguhnya
seseorang keluar dari rumahnya dalam keadaan dia mempunyai dosa-dosa seperti
gunung Tihamah, akan tetapi apabila dia mendengar ilmu (yaitu mempelajari ilmu
dengan menghadiri majelis ilmu), kemudian dia menjadi takut, kembali kepada
Rabbnya dan bertaubat, maka dia pulang ke rumahnya dalam keadaan tidak mempunyai
dosa. Oleh karena itu, janganlah kalian meninggalkan majelisnya para ulama."
(Miftaah Daaris Sa'aadah, karya Al-Imam Ibnul Qayyim, 1/77)
Dan beliau juga
berkata: "Wahai manusia, wajib atas kalian untuk berilmu (mempelajari dan
mengamalkannya), karena sesungguhnya Allah Ta'ala mempunyai selendang yang Dia
cintai. Maka barangsiapa yang mempelajari satu bab dari ilmu, Allah akan
selendangkan dia dengan selendang-Nya. Apabila dia terjatuh pada suatu dosa
hendaklah meminta ampun kepada-Nya, supaya Dia tidak melepaskan selendang-Nya
tersebut sampai dia meninggal." (Ibid. 1/121)
Kelima: Berkata
Abud Darda` radhiyallahu 'anhu: "Sungguh aku mempelajari satu masalah dari ilmu
lebih aku cintai daripada shalat malam." (Ibid. 1/122)
Bukan berarti
kita meninggalkan shalat malam, akan tetapi ini menunjukkan bahwa mempelajari
ilmu itu sangat besar keutamaannya dan manfaatnya bagi
ummat.
Keenam: Dari
Al-Hasan Al-Bashriy rahimahullaah, beliau berkata: "Sungguh aku mempelajari satu
bab dari ilmu lalu aku mengajarkannya kepada seorang muslim di jalan Allah
(yaitu mempelajari dan mengajarkannya karena Allah semata) lebih aku cintai
daripada aku mempunyai dunia seluruhnya." (Al-Majmuu' Syarh Al-Muhadzdzab, karya
Al-Imam An-Nawawiy, 1/21)
Ketujuh: Dari
Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullaah, beliau berkata: "Tidak ada sesuatupun yang
lebih utama setelah kewajiban-kewajiban daripada menuntut ilmu." (Ibid.
1/21)
Adapun bait-bait
sya'ir yang menjelaskan tentang permasalahan ilmu dan kedudukannya itu sangat
banyak dan tidak bisa dihitung, dan di sini hanya akan disebutkan dua di
antaranya:
"Tidak ada
kebanggaan kecuali bagi ahlul ilmi (orang-orang yang berilmu) karena
sesungguhnya mereka berada di atas petunjuk bagi orang yang meminta
dalil-dalilnya dan derajat setiap orang itu sesuai dengan kebaikannya (dalam
masalah ilmu) sedangkan orang-orang yang bodoh adalah musuh bagi ahlul
ilmi."
Dan sya'irnya
Al-Imam Asy-Syafi'i:
تَعَلَّمْ
فَلَيْسَ الْمَرْءُ يُوْلَدُ عَالِمًا وَلَيْسَ أَخُوْ عِلْمٍ كَمَنْ هُوَ
جَاهِلُ
وَإِنَّ كَبِيْرَ
الْقَوْمِ لاَ عِلْمَ عِنْدَهُ صَغِيْرٌ إِذَا الْتَفَّتْ عَلَيْهِ
الْجَحَافِلُ
وَإِنَّ صَغِيْرَ
الْقَوْمِ إِنْ كَانَ عَالِمًا كَبِيْرٌ إِذَا رُدَّتْ إِلَيْهِ
الْمَحَافِلُ
"Belajarlah
karena tidak ada seorangpun yang dilahirkan dalam keadaan berilmu, dan tidaklah
orang yang berilmu seperti orang yang bodoh. Sesungguhnya suatu kaum yang besar
tetapi tidak memiliki ilmu maka sebenarnya kaum itu adalah kecil apabila
terluput darinya keagungan (ilmu). Dan sesungguhnya kaum yang kecil jika
memiliki ilmu maka pada hakikatnya mereka adalah kaum yang besar apabila
perkumpulan mereka selalu dengan ilmu."
Disadur dari
kitab Aadaabu Thaalibil 'Ilmi hal.18-22, Wallaahul Muwaffiq, Wallaahu
A'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar