Taqabbalallahu minnaa wa minkum... "Semoga Allah menerima dari kami dan dari kalian"

31 Mei 2012

Syiah Mewajibkan Mencela Para Sahabat

 Di antara aqidah Syiah Rafidhah adalah mereka mewajibkan untuk mencela para sahabat, terlebih ketiga khalifah[1] (pertama) -na’udzu billah-. 

Mereka meriwayatkan dalam kitab-kitab rujukan mereka dari seorang lelaki pengikut Hisyam Al-Ahwal dia berkata, “Pada suatu hari saya pernah berada di sisi Abu Abdillah Ja’far bin Muhammad. Lalu beliau didatangi oleh seorang lelaki dari syiah (penolong) beliau yang berprofesi sebagai tukang jahit seraya membawa dua baju di tangannya.

25 Mei 2012

Tahapan Dalam Menuntut Ilmu

Fadhilatus Syaikh Zaid bin Hadi Al Madkhali hafizhahullah ditanya pertanyaan berikut:
Bagaimana metode yang benar dalam belajar agama secara bertahap? Dan bagaimana metode yang benar dalam belajar ilmu aqidah, tafsir, fiqih dan hadits. Dari mana kita memulainya?

Beliau lalu menjawab:
Pertanyaan ini menunjukkan bahwa penanya sedang mencari metode yang benar untuk mendapatkan ilmu agama. Namun yang benar, pertama-tama, seorang penuntut ilmu hendaknya mencari dulu guru yang menguasai ilmu syar’i yang berjalan di atas manhaj salafus shalih. Karena memilih guru dan memilih kitab yang tepat adalah metode yang benar untuk menuntut ilmu syar’i.

Memilih mata pelajaran dalam ilmu syar’i baik aqidah, tafsir, hadits, fiqih, ilmu bahasa, sirah, semuanya ini tidak diragukan lagi butuh tahapan dan butuh pula kebijaksanaan dalam berpindah dari satu tahapan ke tahapan yang lain atau dari satu kitab ke kitab yang lain.

Ketika belajar aqidah dan ingin melalui tahapan yang benar, maka seorang penuntut ilmu hendaknya memulai dengan belajar kitab Al Ushul Ats Tsalatsah milik Imam Mujaddid Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab (wafat 1206 H) rahimahullah. Dalam kitab ini terdapat ilmu yang melimpah dalam permasalahan aqidah yang tidak akan membuat penuntut ilmu menyimpang dari manhaj salafus shalih dalam memahami agama.

Setelah itu lanjutkan mempelajari Al Qawaid Al Arba’Kasyfus Syubhat dan Risalah Ushulil Iman. Tulisan-tulisan ini merupakan panduan dalam bidang aqidah dan merupakan pelajaran pokok dalam mempelajari ilmu-ilmu syariah yang lain. Ketika seseorang telah mempelajari kitab-kitab ini, ia akan memiliki akidah yang benar dan berjalan di atas manhaj salafiy, serta mendapatkan pencerahan darinya. Kemudian setelah mempelajari kitab-kitab ini, hendaknya berpindah ke tahapan yang lebih tinggi semisal Kitab At Tauhid, lalu setelah menyelesaikan kitab ini berpindah lagi ke kitab Al Aqidah Al Washithiyyah milik Imam Mujaddin Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (wafat 728H) rahimahullah. Lalu melanjutkan ke kitab Al Hamawiyyah dan At Tadmuriyyah lalu Al Aqidah Ath Thahawiyyah.

Setelah itu, dapat melanjutkan membaca kitab-kitab Sunan yang berkaitan dengan pembahasan sunnah dan tahdzir terhadap bid’ah. Yang terkenal diantaranya Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah milik Al Laalikaa-i (wafat 418H), Kitab As Sunnah milik Al Khallal (wafat 311H), Kitab As Sunnah milik Abdullah bin Ahmad bin Hambal (wafat 290H), Al Ibanah milik Ibnu Bathah Al’Akbari (wafat 387H), dan Kitab At Tauhid milik Ibnu Khuzaimah (wafat 311H) dan kitab-kitab lain yang termasuk dalam bidang ini.

Adapun yang berkaitan dengan ilmu tafsir, yang aku pilih untuk para penuntut ilmu adalah kitab Tafsir Ibni Katsir (774H) rahimahullah, dan Kitab Tafsir As Sa’di (1376H) rahimahullah. Lebih khusus lagi, aku menyarankan Mukhtashar Tafsir Ibni Katsir milik Muhammad Nasib Ar Rafi’i karena -sepengetahuan kami- beliau telah meringkas Tafsir Ibni Katsir hingga sejalan dengan manhaj salaf. Jika mampu menyelesaikan kitab-kitab tadi, maka pelajarilah Tafsir Al Baghawi (516H) juga kitab-kitab tafsir selain yang disebutkan yang bila seorang penuntut ilmu membacanya lalu menelaahnya ia bisa menyadari jika menemukan ta’wil-ta’wil yang tercela, semisal kitab Tafsir Al Qurthubi (wafat 671H). Dan dapat juga mempelajari kitab tafsir lainnya seperti Tafsir Ibnul Jauzi (wafat 597H), dan Tafsir Asy Syaukani (wafat 1250H).

Namun dengan catatan, dalam sebagian kitab-kitab tafsir yang bagus dan mengandung limpahan ilmu tersebut, penulisnya -rahimahullah ‘alaihim- terkadang men-ta’wil ayat-ayat tentang sifat Allah. Tapi sedikit sekali ta’wil yang disepakati oleh mereka yang men-ta’wil nash Qur’an dan Sunnah dengan ta’wilan yang tercela. Penyebab terjadinya hal tersebut, -sepengatahuan kami- ada tiga:
  1. Pengaruh lingkungan tempat sang mufassir hidup
  2. Pengaruh guru tempat sang mufassir menuntut ilmu
  3. Pengaruh telaah kitab-kitab. Sebagian mufassir menelaah kitab-kitab yang memuat berbagai pemikiran manusia, lalu ia terpengaruh
Sedangkan dalam ilmu hadits, seorang penuntut ilmu hendaknya memulai dari Al Arba’in An Nawawiyah untuk dihafal dan dipahami, juga membaca penjelasan yang terkandung di dalamnya. Lalu hendaknya secara bertahap mempelajari Umdatul Ahkam kemudian Bulughul Maram, juga dengan syarah-nya. Kemudian, setelah itu barulah ia mampu untuk mempelajari Shahihain (Shahih Bukhari dan Shahih Muslim) dan Kutubus Sittah. Akal dan keilmuan manusia itu senantiasa berkembang sejalan dengan kelurusan niatnya serta keberlanjutannya dalam menuntut ilmu tanpa terputus.

Begitu juga dalam ilmu fiqih. Andai seorang penuntut ilmu sekedar membaca hadits-hadits saja ia akan mendapat banyak pemahaman dari apa yang ia baca. Namun hendaknya mereka juga mempelajari kitab-kitab fiqih seperti Umdatul Fiqhi yang merinci permasalahan-permasalahan furu’ atau juga kitab Zaadul Mustaqni. Allah telah memuliakan umat ini dengan adanya banyak kitab syarah dari Zaadul Mustaqni, baik dari ulama terdahulu maupun ulama di masa ini. Di antara syarah yang mudah dipelajari adalah yang ditulis oleh ulama masa ini, Syaikh Al Allamah Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin, dalam kitab As Syarh Al Mumthi’. Kitab ini memang benar-benar memuaskan (mumthi’) karena di dalamnya terdapat bahasan-bahasan yang bermanfaat dan penjelasan-penjelasan yang langka. Semoga Allah memberikan ganjaran kepada beliau, menjadikan manfaat yang besar dari ilmu beliau, dan menambah keutamaan beliau.
Sedangkan dalam Sirah Nabawiyyah, mulailah dengan mempelajari Mukhtashar Sirah Nabawiyyah karya Imam Mujaddid Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab. Kemudian setelah itu mempelajari Sirah Nabawiyyah miliki Ibnu Hisyam (wafat 183H). Dan di zaman ini, walhamdulillah, kitab-kitab sirah sudah banyak yang diringkas.

Namun juga, semua ilmu ini dalam mempelajarinya membutuhkan ilmu-ilmu alat seperti ilmu ushul fiqih, qawa’id, musthalah, serta butuh perhatian terhadap ilmu bahasa arab dan qawaidul fiqhiyyah. Sehingga barulah seseorang memiliki kemampuan untuk mengambil ilmu dari dalil-dalil Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman yang benar.

Semua ini, tidak cukup hanya dengan membaca kitab secara otodidak, bahkan jika perlu seseorang menempuh perjalanan untuk mencari guru ke daerah lain jika memang di daerahnya tidak ada, sebagaimana yang dilakukan para salafus shalih dalam menuntut ilmu. Ini jika memang mampu untuk menempuh perjalanan tersebut. Jika tidak mampu menempuh perjalanan tersebut, maka bacalah kitab-kitab lalu kumpulkan hal-hal yang membingungkanmu, kemudian tempuhlah sekedar perjalanan pendek (untuk menanyakanya kepada ulama, pent). Apalagi di zaman ini berhubungan dengan ulama melalui telepon telah mencukupi kebutuhan tersebut tanpa harus bersusah payah. Walhamdulillah.
Wallahu’alam.

Catatan:
Urutan dan jenis kitab dalam menuntut ilmu sebagaimana yang disebutkan di atas bukanlah suatu yang saklek harus demikian. Setiap orang memiliki kemampuan dan kecerdasan yang berbeda-beda sehingga sangat mungkin berbeda pula tahapan belajarnya. Dan akan sangat mungkin berbeda jawabannya jika ditanyakan kepada ulama yang lain. Namun yang pasti, seorang penuntut ilmu hendaknya belajar kepada seorang guru yang mapan ilmunya, sehingga sang guru dapat mengarahkan tahapan belajar yang cocok baginya.
Penyusun: Yulian PurnamaArtikel Muslim.Or.Id

22 Mei 2012

Memilih-Milih Guru/Ustadz dalam Menuntut Ilmu ?

Tanya : Ada sebagian orang yang yang mengatakan bahwa kita tidak boleh memilih-milih guru atau ustadz dalam menuntut ilmu agama karena (katanya) jika kita punya sikap memilih-milih menunjukkan bahwa kita termasuk orang yang sombong. Namun sebagian lain mengatakan bahwa kita tidak boleh sembarangan memilih guru/ustadz dalam hal itu. Bagaimana sebenarnya kedudukan permasalahan ini ?


Jawab : Ilmu agama (ilmu syar’i) adalah adalah sarana dalam memperoleh keselamatan dan kemenangan dunia - akhirat. Allah ta’ala telah berfirman :
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا

”Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.” [QS. Al-Fath : 28].

18 Mei 2012

Potret Kejahatan Syi’ah dalam Sejarah

Berangkat dari akidah yang rusak dan absurd, sekte Syi’ah kerap menebar kekejian dan kebiadaban kepada kaum muslimin. Sejarah mencatat lembaran demi lembaran kelam kejahatan mereka dan tidak ada seorang pun yang dapat mengingkarinya. Berikut adalah diantara sebagian ‘kecil’ catatan sejarah kejahatan mereka yang digoreskan oleh para ahli sejarah Islam. Mudah-mudahan kita dapat mengambil pelajaran dan berhati-hati, karena sejarah seringkali terulang.

Jatuhnya Kota Bagdad

Pada tahun 656 H, Hulagu Khan, Raja Tatar berhasil menguasai kota Baghdad yang saat itu menjadi pusat peradaban Islam di bawah kekuasaan Bani Abbasiyyah. Keberhasilan invansi Tatar ini tidak lepas dari peran dua orang Syi’ah. Yang pertama adalah seorang menteri pengkhianat khalifah Muktashim yang bernama Mu`yyiduddin Muhammad Ibnul Alqamy. Dan yang kedua adalah seorang ahli nujum Nashirudin Ath Thusi penasehat Hulagu.

16 Mei 2012

Tentang Kumismu.............

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
الفطرة خمس أو خمس من الفطرة الختان والاستحداد ونتف الإبط وتقليم الأظفار وقص الشارب
”Fithrah manusia ada lima hal – atau – lima hal termasuk fithrah manusia, yaitu : khitan, istihdaad (mencukur bulu kemaluan), mencabut bulu ketiak, memotong kuku, dan memotong kumis” [HR. Al-Bukhari no. 5889, Abu Dawud no. 4198, dan An-Nasa’i no. 9-11 dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu].
من الفطرة قص الشارب
“Termasuk fithrah adalah memotong kumis” [HR. Al-Bukhari no. 5888 dari Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma].
خالفوا المشركين وفروا اللحى وأحفوا الشوارب
”Selisilah oleh kalian orang-orang musyrik, lebatkanlah jenggot dan potonglah kumis” [HR. Al-Bukhari no. 5892 dan Muslim no. 259].

14 Mei 2012

Kafirkah Kedua Orang Tua Nabi ? (sebuah ringkasan)

Tidak dipungkiri bahwa kedudukan para Nabi dan Rasul itu tinggi di mata Allah. Namun hal itu bukanlah sebagai jaminan bahwa seluruh keluarga Nabi dan Rasul mendapatkan petunjuk dan keselamatan serta aman dari ancaman siksa neraka karena keterkaitan hubungan keluarga dan nasab. Allah telah berfirman tentang kekafiran anak Nabi Nuh ‘alaihis-salaam yang akhirnya termasuk orang-orang yang ditenggelamkan Allah bersama orang-orang kafir :
وَقِيلَ يَأَرْضُ ابْلَعِي مَآءَكِ وَيَسَمَآءُ أَقْلِعِي وَغِيضَ الْمَآءُ وَقُضِيَ الأمْرُ وَاسْتَوَتْ عَلَى الْجُودِيّ وَقِيلَ بُعْداً لّلْقَوْمِ الظّالِمِينَ * وَنَادَى نُوحٌ رّبّهُ فَقَالَ رَبّ إِنّ ابُنِي مِنْ أَهْلِي وَإِنّ وَعْدَكَ الْحَقّ وَأَنتَ أَحْكَمُ الْحَاكِمِينَ *  قَالَ يَنُوحُ إِنّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ فَلاَ تَسْأَلْنِـي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنّيَ أَعِظُكَ أَن تَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ
Dan difirmankan: "Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah," dan airpun disurutkan, perintahpun diselesaikan dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan: "Binasalah orang-orang yang zalim “. Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya”.

8 Mei 2012

Hadits-Hadits tentang Pengharaman Isbal

Jumhur ulama mengatakan bahwa isbal jika tidak disertai dengan kesombongan, maka hukumnya tidak sampai pada derajat haram. Paling berat adalah makruh/tercela. Sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa isbal itu haram secara mutlak, baik dengan atau tanpa kesombongan. Saya ingin mengajak teman-teman mencermati keseluruhan hadits (walau di sini nanti saya tidak menyebutkan keseluruhannya – namun hanya berkisar pada sebagian besarnya saja) yang berbicara mengenai sifat pakaian, khususnya dalam bahasan isbal. Di sini saya lebih condong pada pendapat yang mengatkan bahwa isbal haram secara mutlak. Berikut penjelasannya :
1.          Hadits Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu
عن أبي هريرة رضى الله تعالى عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال ما أسفل من الكعبين من الإزار ففي النار
Dari Abi Hurairah radliyallaahu ta’ala ‘anhu dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bahwasannya beliau bersabda : "Apa-apa yang berada di bawah mata kaki dari kain, maka tempatnya adalah di neraka"  [HR. Al-Bukhari nomor 5450, Ahmad nomor 9936, Abdurrazzaq nomor 19987, dan yang lainnya].

6 Mei 2012

Nasehat Nan Penuh Kenangan

Al Imam Abu Dawud meriwayatkan dari sahabat yang mulia Al ‘Irbadh bin Sariyah radliallahu ‘anhu, bahwa ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menasihatkan kepada kami dengan satu nasihat yang menggetarkan hati-hati kami dan air mata pun berlinang karenanya. Maka ketika itu kami mengatakan: “Duhai Rasulullah, nasihat ini seperti nasihat orang yang mau mengucapkan selamat tinggal, karena itu berilah wasiat kepada kami.” Beliau pun bersabda:

“Aku wasiatkan kepada kalian bertakwa kepada Allah, untuk mendengar dan taat, walaupun yang memerintah kalian itu seorang budak. Dan barangsiapa di antara kalian yang masih hidup sepeninggalku, niscaya dia akan melihat perselisihan yang banyak. Karena itu wajib atas kalian untuk berpegang dengan sunnahku dan sunnahnya Al Khulafa’ Ar Rasyidin yang mendapatkan petunjuk. Pegang erat-erat sunnah itu dengan gigi geraham kalian. Dan hati-hati kalian dari perkara-perkara baru, karena setiap perkara baru ( bid‘ah) itu sesat.” (HR. Abu Dawud no. 3991)

Copyright 2010@All Rights Reserved By Abu Rumaisha
a
h
s
i
a
m
u
R
u
b
A