Al-Imaam Al-Bukhaariy rahimahullah berkata :
حدثنا
يحيى بن محمد بن السكن: حدثنا محمد بن جهضم: حدثنا إسماعيل ابن جعفر، عن
عمر بن نافع، عن أبيه، عن ابن عمر رضي الله عنهما قال: فرض رسول الله صلى
الله عليه وسلم زكاة الفطر، صاعا من تمر أو صاعا من شعير، على العبد
والحر، والذكر والأنثى، والصغير والكبير، من المسلمين، وأمر بها أن تؤدى
قبل خروج الناس إلى الصلاة.
Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Muhammad bin As-Sakan[1] : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Jahdlam[2] : Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil bin Ja’far[3], dari ‘Umar bin Naafi’[4], dari ayahnya[5], dari Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa, ia berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mewajibakan zakat fithri satu sha’ tamr atau satu shaa’ sya’iir/gandum
bagi setiap orang, baik ia orang yang merdeka, hamba, laki-laki,
wanita, anak kecil, dan orang dewasa dari kaum muslimin. Dan beliau
memerintahkan untuk menunaikannya sebelum orang-orang keluar menuju shalat (‘Ied)” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1503].
حدثنا
آدم: حدثنا حفص بن ميسرة: حدثنا موسى بن عقبة، عن نافع، عن ابن عمر رضي
الله عنهما: أن النبي صلى الله
عليه وسلم أمر بزكاة الفطر، قبل خروج الناس
إلى الصلاة.
Telah menceritakan kepada kami Aadam[6] : Telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Maisarah[7] : Telah menceritakan kepada kami Muusaa bin ‘Uqbah[8], dari Naafi’, dari Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami mengeluarkan zakat fithri sebelum orang-orang keluar menuju shalat (‘Ied) [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 1509]
Lihat pula no. 1504 & 1507 & 1511-1512.
Hadits
di atas menjelaskan kepada kita tentang batas akhir penunaian zakat
fithri, yaitu sebelum shalat ditegakkan. Jika zakat fithri ditunaikan
setelah ditegakkannya shalat ‘Ied, maka ia hanyalah shadaqah biasa saja.
حدثنا
عبد الله بن أحمد بن بشير بن ذكوان، وأحمد بن الأزهر. قالا: حدثنا مروان
بن محمد. حدثنا أبو يزيد الخولاني، عن سيار بن عبد الرحمن الصدفي، عن
عكرمة، عن ابن عباس؛ قال: فرض رسول الله صلى الله عليه وسلم زكاة الفطر
طهرة للصائم من اللغو والرفث. وطمعة للمساكين. فمن أداها قبل الصلاة، فهي
زكاة مقبولة. ومن أداها بعد الصلاة، فهي صدقة من الصدقات.
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Ahmad bin Basyiir bin Dzakwaan[9] dan Ahmad bin Al-Azhar[10], mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami Marwaan bin Muhammad[11] : Telah menceritakan kepada kami Abu Yaziid Al-Khaulaaniy[12], dari Sayyaar bin ‘Abdirrahmaan Ash-Shadafiy[13], dari ‘Ikrimah[14], dari Ibnu ‘Abbaas, ia berkata : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah
mewajibkan zakat fithri sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari
perbuatan sia-sia dan kata-kata kotor, serta menjadi makanan bagi
orang-orang yang miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat,
maka ia termasuk zakat yangditerima. Namun barangsiapa yang
menunaikannya setelah shalat, maka ia termasuk shadaqah biasa saja”
[Diriwayatkan oleh Ibnu Maajah no. 1827].
Sanad riwayat ini hasan. Dihasankan oleh Al-Albaaniy dalam Shahih Sunan Ibni Maajah, 2/111-112.
Akan
tetapi, para ulama bersepakat bahwa kewajiban zakat fithri bagi orang
yang mampu tidaklah gugur karena telah lewat batas waktu yang
ditentukan [lihat : Shahih Fiqhis-Sunnah, 2/84].
Para
ulama berbeda pendapat tentang waktu wajib penunaian zakat fithri.
Hanafiyyah berpendapat bahwa dimulainya waktu wajib dimulai ketika
munculnya fajar ada hari ‘Iedul-Fithri. Alasan mereka adalah bahwa
zakat tersebut disandarkan pada berbuka (al-fithr). Penyandaran
ini merupakan bentuk pengkhususan. Berbuka sendiri merupakan lawan dari
puasa. Syari’at puasa hanyalah dilakukan pada siang hari, bukan pada
malam hari, karena puasa di waktu itu (malam hari) adalah haram.
Adapun
jumhur ulama dari kalangan Maalikiyyah, Syaafi’iyyah, dan Hanaabilah
berpendapat bahwa dimulainya waktu wajib adalah tenggelamnya matahari
pada hari terakhir bulan Ramadlaan. Alasan mereka adalah bahwasannya
berbuka (al-fithr) untuk keseluruhan bulan Ramadlaan (setelah
puasa) adalah dengan tenggelamnya matahari pada hari terakhir bulan
Ramadlaan. Waktu itulah berakhir puasa Ramadlaan.
Yang raajih – wallaahu a’lam - adalah pendapat Hanaafiyyah, karena berbuka (al-fithr) itu
dimaksudkan berbuka setelah berpuasa penuh pada bulan Ramadlaan di
siang hari. Yang mendukung pemahaman ini di antaranya adalah hadits :
حدثنا
محمد بن عبيد، ثنا حماد في حديث أيوب، عن محمد بن المنكدر، عن أبي هريرة
ذكر النبي صلى اللّه عليه وسلم فيه قال: "وفطركم يوم تفطرون، وأضحاكم يوم
تضحون،
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Ubaid[15] : Telah menceritakan kepada kami Hammaad[16] dalam hadits Ayyuub[17], dari Muhammad bin Al-Munkadir[18], dari Abu Hurairah yang menyebutkan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam padanya, dimana beliau bersabda : “(Hari)
berbuka kalian adalah hari dimana kalian berbuka, dan (hari)
menyembelih adalah hari dimana kalian menyembelih (hewan kurban kalian)” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 2324].
Sanad riwayat ini shahih. Dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahih Sunan Abi Daawud 2/50.
Hari
dimana orang-orang berbuka adalah hari dimana mereka tidak berpuasa.
Oleh karenanya, kaum muslimin disunnahkan untuk makan terlebih dahulu
sebelum berangkat menuju shalat (‘Ied), karena hari itu adalah hari untuk berbuka dan diharamkan berpuasa.
Empat madzhab sepakat bolehnya menyegerakan penunaian zakat fithri sebelum waktu yang diwajibkan di atas, karena Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sendiri membolehkannya.
حدثنا
سعيد بن منصور، ثنا إسماعيل بن زكريا، عن الحجَّاج بن دينار، عن الحكم عن
حجية، عن علي؛ أن العباس سأل النبي صلى اللّه عليه وسلم في تعجيل الصدقة
قبل أن تحل فرخَّص له في ذلك
Telah menceritakan kepada kami Sa’iid bin Manshuur[19] : Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil bin Zakariyyaa[20], dari Al-Hajjaaj bin Diinaar[21], dari Al-Hakam[22], dari Hujayyah[23], dari ‘Aliy : Bahwasannya Al-‘Abbaas pernah bertanya kepada Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam tentang menyegerakan zakat sebelum waktunya tiba. Maka beliau memberikan keringanan padanya akan hal itu [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 1624].
Sanad riwayat ini hasan. Dihasankan oleh Al-Albaaniy dalam Shahih Sunan Abi Daawud, 1/450].
حدثنا
عبد الله بن محمد بن إسحاق ثنا الحسن بن أبي الربيع ثنا عبد الرزاق عن ابن
جريج عن ابن شهاب عن عبد الله بن ثعلبة قال خطب رسول الله صلى الله عليه
وسلم الناس قبل الفطر بيوم أو يومين ، فقال أدوا صاعا من بر أو قمح بين
اثنين أو صاعا من تمر أو صاعا من شعير عن كل حر وعبد وصغير وكبير
Telah menceritkan kepada kami ‘Abdullah bin Muhammad bin Ishaaq[24] : Telah menceritakan kepada kami Al-Hasan bin Abir-Rabii’[25] : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrazzaaq[26], dari Ibnu Juraij[27], dari Ibnu Syihaab[28], dari ‘Abdullah bin Tsa’labah[29], ia berkata : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah kepada manusia sehari atau dua hari sebelum ‘Iedul-Fithri. Beliau bersabda : “Tunaikanlah satu sha’ gandum burr atau gandum qamh untuk setiap dua shaa’[30], atau satu shaa’ tamr atau satu shaa’ gandum sya’iir bagi orang, baik ia merdeka, hamba, anak kecil, atau orang dewasa” [Diriwayatkan oleh Ad-Daaruquthniy no. 2118].
Al-Hasan bin Abir-Rabii’ mempunyai mutaba’ah dari :
1. Al-Hasan bin Shaalih Al-Mishriy[31] sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 1621.
2. Ahmad bin Hanbal (Al-Musnad, 5/432).
Riwayat ini lemah karena Ibnu Juraij tidak menjelaskan tashrih penyimakan riwayatnya, sedangkan ia seorang mudallis. Akan tetapi Ibnu Juraij mempunyai mutaba’ah dari
Yahyaa bin Jurjah Al-Makkiy, sebagaimana diriwayatkan oleh
Ad-Daaruquthniy (no. 2111). Sanadnya lemah karena Ibnu Jurjah (Abu
Haatim berkata : “Syaikh”) dan ‘Aliy bin ‘Aashim (dikatakan Ibnu Hajar : “shaduuq, namun sering keliru”). Namun riwayat ini dapat menjadi mutaba’ah karena kelemahannya ringan.
Al-Albaaniy menshahihkannya dalam Shahih Sunan Abi Daawud 1/450.
حدثنا
أبو النعمان: حدثنا حماد بن زيد: حدثنا أيوب، عن نافع، ......وكان ابن عمر
رضي الله عنهما: يعطيها الذين يقبلونها، وكانوا يعطون قبل الفطر بيوم أو
يومين.
Telah menceritakan kepada kami Abun-Nu’maan[32]
: Telah menceritakan kepada kami Hammaad bin Zaid : Telah menceritakan
kepada kami Ayyuub, dari Naafi’ : ..... Dan Ibnu ‘Umar memberikan zakat
kepada orang yang berhak menerimanya. Dan mereka (para shahabat)
menunaikannya sehari atau dua hari sebelum ‘Iedul-Fithri [Diriwayatkan
oleh Al-Bukhaariy no. 1511].
حدثنا أبو أسامة قال نا عبيد الله بن عمر عن نافع عن ابن عمر أنه كان إذا جلس من يقبض زكاة الفطر بيوم أو يومين ولا يرى بذلك بأسا
Telah menceritakan kepada kami Abu Usaamah[33], ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Ubaidullah bin ‘Umar[34],
dari Naafi, dari Ibnu ‘Umar : Bahwasannya ia dulu jika mengangkat orang
yang mengurusi zakat fithri, sehari atau dua hari (sebelum
‘Iedul-Fithri). Dan ia memandang hal itu tidak apa-apa [Diriwayatkan
oleh Ibnu Abi Syaibah; sanadnya shahih].
عن نافع أن عبد الله بن عمر كان يبعث بزكاة الفطر إلى الذي تجمع عنده قبل الفطر بيومين أو ثلاثة
Dari
Naafi’ : Bahwasannya ‘Abdullah bin ‘Umar pernah mengutus untuk
seseorang untuk menyetorkan zakat fithri kepada petugas pengumpul, dua
hari atau tiga hari sebelum ‘Iedul-Fithri [Diriwayatkan oleh Maalik
2/301-302 no. 684; shahih].
Akan
tetapi mereka berbeda pendapat tentang tentang batas penyegeraannya.
Hanaafiyyah berpendapat bahwa zakat fithri boleh disegerakan secara
mutlak, bahkan sebelum Ramadlaan tiba. Maalikiyyah
dan Hanaabilah berpendapat boleh disegerakan sehari atau dua hari
sebelumnya, tidak boleh lebih dari itu. Syaafi’iyyah berpendapat boleh
dibayarkan semenjak awal bulan Ramadlan.
Yang raajih – wallaahu a’lam – adalah pendapat Maalikiyyah dan Hanaabilah, karena itulah yang diamalkan para shahabat radliyallaahu ‘anhum ajma’iin sebagaimana
ditunjukkan dalam nash-nash di atas. Selain itu, di antara hikmah
pensyari’atan zakat fithri adalah sebagai pembersih bagi orang yang
berpuasa dari perbuatan sia-sia dan kata-kata kotor, serta menjadi
makanan bagi orang-orang yang miskin. Hikmah ini terwujud pada akhir
Ramadlaan, yaitu bagi mereka yang telah melaksanakan puasa selama sebulan penuh.
Ini saja yang dapat dituliskan, lebih dan kurangnya mohon dimaafkan. Semoga ada manfaatnya.
Wallaahu a’lam.
Bahan bacaan : At-Tarjiih fii Masaailish-Shaum waz-Zakaah oleh Muhammad ‘Umar Bazmuul hal. 170-172, Shahiih Fiqhis-Sunnah oleh Abu Maalik Kamaal bin As-Sayyid hal. 83-84, Al-Fiqhul-Islaamiy wa Adillatuh oleh Wahbah Az-Zuhailiy 2/906-908, dan yang lainnya.
[abul-jauzaa’ – perum ciomas permai, ciapus, ciomas, bogor – 1432 H]. Baca juga artikel : Apakah Membayar Zakat Fitrah/Fithri dengan Uang Merupakan Kebid'ahan dalam Agama ?.
[1] Yahyaa bin Muhammad bin As-Sakan bin Habiib Al-Qurasyiy, Abu ‘Ubaidillah/Abu ‘Ubaid Al-Bashriy Al-Bazzaar; seorang yang shaduuq. Termasuk thabaqah ke-11, wafat setelah tahun 250 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Abu Daawud, dan An-Nasaa’iy [Taqriibut-Tahdziib, hal. 1065 no. 7686].
[2] Muhammad bin Jahdlam bin ‘Abdillah Ats-Tsaqafiy, Abu Ja’far Al-Bashriy; seorang yang shaduuq. Termasuk thabaqah ke-10. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, dan An-Nasaa’iy [idem, hal. 833 no. 5827].
[3] Ismaa’iil bin Ja’far bin Abi Katsiir Al-Anshaariy Az-Zarqaa, Abu Ishaaq Al-Madaniy; seorang yang tsiqah lagi tsabat. Termasuk thabaqah ke-8, wafat tahun 180 H di Baghdaad. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [idem, hal. 138 no. 435].
[4] ‘Umar bin Naafi’ Al-Qurasyiy Al-‘Adawiy Al-Madaniy, maulaa Ibni ‘Umar; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-6, wafat pada masa kekhilafahan Al-Manshuur. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [idem, hal. 728 no. 5008].
[5] Naafi’ maulaa ‘Abdullah bin ‘Umar bin Al-Khaththaab Al-Qurasyiy Al-‘Adawiy, Abu ‘Abdillah Al-Madaniy; seorang yang tsiqah, tsabat, faqiih, lagi masyhuur. Termasuk thabaqah ke-3,
wafat tahun 117 H, atau dikatakan setelahnya. Dipakai oleh
Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu
Maajah [idem, hal. 996 no. 7136].
[6] Aadam bin Abi Iyaas – namanya ‘Abdurrahmaan – bin Muhammad Al-Khurasaaniy Al-Marwadziy; seorang yang tsiqah lagi ‘aabid. Termasuk thabaqah ke-9, wafat tahun 221 H di ‘Asqalaan. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Abu Daawud dalam An-Naasikh, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [idem, hal. 102 no. 133].
[7] Hafsh bin Maisarah Al-‘Uqailiy, Abu ‘Umar Ash-Shan’aaniy; seorang yang tsiqah namun kadang keliru. Termasuk thabaqah ke-8, wafat tahun 181 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud dalam Al-Maraasiil, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [idem, hal. 260 no. 1442].
[8] Muusaa bin ‘Uqbah bin Abi ‘Ayyaasy Al-Qurasyiy Al-Mutharrifiy, Abu Muhammad Al-Madaniy; seorang yang tsiqah, tsabat, dan imaam dalam maghaaziy. Termasuk thabaqah ke-5,
wafat tahun 141 H, dan dikatakan setelah itu. Dipakai oleh
Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [idem, hal. 983 no. 7041].
[9] ‘Abdullah bin Ahmad bin Basyiir bin Dzakwaan Al-Bahraaniy, Abu ‘Amru atau Abu Muhammad Ad-Dimasyqiy; seorang yang shaduuq. Termasuk thabaqah ke-10, wafat tahun 242 H. Dipakai oleh Abu Daawud dan Ibnu Maajah [idem, hal. 490 no. 3220].
[10] Ahmad bin Al-Azhar bin Manii’ bin Saliith bin Ibraahiim Al-‘Abdiy, Abul-Azhar An-Naisaabuuriy; seorang yang shaduuq. Termasuk thabaqah ke-11, wafat tahun 263 H. Dipakai oleh An-Nasaa’iy dan Ibnu Maajah [idem, hal. 85 no. 5].
[11]
Marwaan bin Muhammad bin Hassaan Al-Asadiy Ath-Thaathariy, Abu Bakr
atau Abu Hafsh atau Abu ‘Abdirrahmaan Ad-Dimasyqiy; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-9, wafat tahun 210 H. Dipakai oleh Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [idem, hal. 932 no. 6617].
[12] Abu Yaziid Al-Khaulaaniy Al-Mishriy Ash-Shaghiir; seorang yang shaduuq. Termasuk thabaqah ke-7. Dipakai Abu Daawud dan Ibnu Maajah [idem, hal. 1225 no. 8518].
[13] Sayyaar bin ‘Abdirrahmaan Ash-Shadafiy Al-Mishriy; seorang yang shaduuq. Termasuk thabaqah ke-6. Dipakai Abu Daawud dan Ibnu Maajah [idem, hal. 427 no. 2731].
[14] ‘Ikrimah Al-Qurasyiy Al-Haasyimiy, Abu ‘Abdillah Al-Madaniy; seorang yang tsiqah, tsabat, lagi faqiih. Termasuk thabaqah ke-3, wafat tahun 104 H, atau dikatakan setelah itu, di Madinah. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [idem, hal. 687-688 no. 4707].
[15] Muhammad bin ‘Ubaid bin Hassaab Al-Ghubariy Al-Bashriy; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-10, wafat tahun 238 H. Dipakai oleh Muslim, Abu Daawud, dan An-Nasaa’iy [idem, hal. 875 no. 6155].
[16] Hammaad bin Zaid bin Dirham Al-Azdiy Al-Jahdlamiy, Abu Ismaa’iil Al-Bashriy; seorang yang tsiqah, tsabat, lagi faqiih. Termasuk thabaqah ke-8, wafat tahun 179 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah. [idem, hal. 268 no. 1506].
[17] Ayyuub bin Abi Tamiimah – Kaisaan – As-Sukhtiyaaniy, Abu Bakr Al-Bashriy; tsiqah, tsabat, lagi hujjah. Termasuk thabaqah ke-5, wafat tahun 131 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah. [idem, hal. 158 no. 610].
[18] Muhammad bin Al-Munkadir bin ‘Abdilah bin Al-Hudzair bin ‘Abdil-‘Uzzaa Al-Qurasyiy At-Taimiy, Abu ‘Abdillah; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-3,
wafat tahun 130 H atau dikatakan seelahnya. Dipakai oleh Al-Bukhaariy,
Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah. [idem, hal. 158 no. 610].
[19] Sa’iid bin Manshuur bin Syu’bah Al-Khuraasaaniy, Abu ‘Utsmaan Al-Marwaziy; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-10, wafat tahun 227 H, atau dikatakan setelahnya, di Makkah. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [idem, hal. 389 no. 2412].
[20] Ismaa’iil bin Zakariyyaa bin Murrah Al-Khulqaaniy Al-Asadiy, Abu Ziyaad Al-Kuufiy; seorang yang shaduuq, sedikit melakukan kekeliruan. Termasuk thabaqah ke-8, wafat tahun 198 H, atau dikatakan sebelumnya, di Baghdaad. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [idem, hal. 139 no. 449].
[21] Al-Hajjaaj bin Diinaar Al-Asyja’iy/As-Sulamiy; seorang yang dikatakan Ibnu Hajar : ‘tidak mengapa dengannya’. Termasuk thabaqah ke-7. Dipakai oleh Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [idem, hal. 223 no. 1133].
[22] Al-Hakam bin ‘Utaibah Al-Kindiy, Abu Muhammad atau Abu ‘Abdillah atau Abu ‘Umar Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah lagi tsabat, namun kadang melakukan tadlis. Termasuk thabaqah ke-5, wafat tahun 113 H, atau dikatakan setelahnya. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [idem, hal. 263 no. 1461].
[23] Hujayyah bin ‘Adiy Al-Kindiy Al-Kuufiy; seorang yang shaduuq sebagaimana dikatakan Adz-Dzahabiy. Termasuk thabaqah ke-3. Dipakai oleh Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [lihat penjelasan dalam 3 kitab : At-Taqriib hal. 226 no. 1159, Tahriirut-Taqriib 1/256 no. 1150, dan Kasyful-Iihmaam limaa Tadlammanahu Tahriirit-Taqriib minal-Auhaam hal. 339-341 no. 221].
[24] ‘Abdullah bin Muhammad bin Ishaaq bin Yaziid, Abul-Qaasim Al-Marwaziy; seorang yang tsiqah [Mishbaahul-Ariib, 2/183 no. 14324].
[25] Al-Hasan bin Yahyaa bin Al-Ja’d bin Nasyiith Al-‘Abdiy, Abu ‘Aliy bin Abir-Rabii’ Al-Jurjaaniy; seorang yang shaduuq. Termasuk thabaqah ke-11, wafat tahun 263 H. Dipakai oleh Ibnu Maajah [At-Taqriib, hal. 243 no. 1300].
[26] ‘Abdurrazzaaq bin Hammaam bin Naafi’ Al-Humairiy Al-Yamaaniy, Abu Bakr Ash-Shan’aaniy; seorang yang tsiqah lagi haafidh, namun berubah hapalannya di akhir usianya. Termasuk thabaqah ke-9, wafat tahun 211 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [idem, hal. 607 no. 4092].
[27] ‘Abdul-Malik bin ‘Abdil-‘Aziiz bin Juraij Al-Qurasyiy Al-Umawiy, Abul-Waliid atau Abu Khaalid Al-Makkiy; seorang yang tsiqah, faqiih, lagi faadlil, akan tetapi banyak melakukan tadlis dan irsal. Termasuk thabaqah ke-6,
wafat tahun 150 H, atau dikatakan setelahnya. Dipakai oleh
Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu
Maajah [idem, hal. 624 no. 4221].
[28]
Muhammad bin Muslim bin ‘Ubaidillah bin ‘Abdillah bin Syihaab bin
‘Abdillah Al-Qurasyiy Az-Zuhriy, Abu Bakr Al-Madaniy; seorang yang tsiqah, faqiih, hafiidh, lagi mutqin. Termasuk thabaqah ke-4,
wafat tahun 125 H, atau dikatakan sebelumnya. Dipakai oleh
Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu
Maajah [idem, hal. 896 no. 6336].
[29] ‘Abdullah bin Tsa’labah bin Shu’air Al-‘Udzriy, Abu Muhammad Al-Madaniy; salah seorang shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Wafat tahun 87/89 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Abu Daawud, dan An-Nasaa’iy [idem, hal. 495 no. 3259].
[30] Maksudnya : masing-masing dibayarkan setengah shaa’ [lihat penjelasan muhaqqiq Musnad Al-Imaam Ahmad, 39/67].
[31] Ahmad bin Shaalih Al-Mishriy, Abu Ja’far Al-Haafidh – yang terkenal dengan nama Ibnuth-Thabariy; seorang yang tsiqah lagi haafidh. Termasuk thabaqah ke-10, wafat tahun 248 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Abu Daawud, dan At-Tirmidziy dalam Asy-Syamaail. [idem, hal. 91 no. 48].
[32] Muhammad bin Al-Fadhl As-Saduusiy, Abun-Nu’maan Al-Bashriy, terkenal dengan nama ‘Aarim; seorang yang tsiqah lagi tsabat, akan tetapi berubah hapalannya di akhir usianya. Termasuk thabaqah ke-9, wafat tahun 223/224 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Abu Daawud, dan At-Tirmidziy dalam Asy-Syamaail. [idem, hal. 889 no. 6266].
[33] Hammaad bin Usaamah bin Zaid Al-Qurasyiy, Abu Usaamah Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah lagi tsabat, namun kadang melakukan tadlis. Termasuk thabaqah ke-9, wafat tahun 201 H di Kuufah. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [idem, hal. 267 no. 1495].
[34]
‘Ubaidullah bin ‘Umar bin Hafsh bin ‘Aashim bin ‘Umar bin Al-Khaththaab
Al-Qurasyiy Al-‘Adawiy Al-‘Umariy, Abu ‘Utsmaan Al-Madaniy; seorang
yang tsiqah lagi tsabat. Termasuk thabaqah ke-5,
wafat tahun 140-an H di Madinah. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu
Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [idem, hal. 643 no. 4353].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar