Hendaklah setiap
muslim mengetahui bahwa perjalanan hidup mereka di dalam mencari ridho Allah
Azza wa Jalla, tidak akan menuju kesempurnaan kecuali didasari dengan ilmu
syariat. Maka ilmu adalah sarana yang sangat penting bagi kemaslahatan manusia
untuk menjalankan aktifitas hidup di dunia. Karena ilmu merupakan sumber
kehidupan jiwa dalam beribadah kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala.
Ketahuilah,
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala mengutus kita ke muka bumi adalah dalam
rangka menjalankan tugas yang mulia. Yaitu mempersembahkan ibadah hanya kepada
Allah Subhanahu wa Ta'ala, menegakkan syariat-Nya, serta memberantas berbagai
kemungkaran yang bisa mengundang murka Allah Subhanahu Ta `ala. Sebagaimana
Allah Subhanahu wa Ta `ala berfirman : "Dan Aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku, Aku tidak menghendaki rejeki
sedikitpun dari mereka dan Aku tidak nrenghendaki supaya nrereka memberi¬ Aku
makan. Sesungguhnya Allah Dialah yang Maha Pemberi rejeki, yang mempunyai
kekuatan lagi sangat kokoh. "(Adz-Dzaariyaat:56)
Demikianlah
perjalanan hidup manusia yang telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Agar mereka menjalani aktivitas hidup ini sesuai dengan masyi'ah (kehendak)-Nya.
Namun dengan kehendak Allah pulalah maka diantara manusia itu ada yang beriman
lagi taat, dan ada pula yang ingkar lagi menolak untuk beribadah kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala. Ini semua merupakan bukti keadilan Allah Subhanahu wa
Ta'ala terhadap segenap hamba-Nya. Dengan bukti keadilan-Nya Allah hendak
menguji para hamba, apakah mereka benar-benar beriman kepada Allah atau
sebaliknya? Dan apakah mereka akan dibiarkan mengatakan :"Kami beriman," lantas
mereka tidak diuji?.
Allah Subhanahu
wa Ta ala berfirman :"Alif Laam Miim, Apakah manusia itu mengira bahwa mereka
akan dibiarkan (saja) mengatakan :"kami telah beriman", sedang mereka tidak
diuji lagi. Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum
nrereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar. Dan
sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. "(Al Ankabut
:1-3).
Dan juga Allah
Subhanahu wa Ta ala berfirman :"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada
tiap-tiap umat (untuk menyerukan) :"Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut
itu, maka diantara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan
ada pula diantaranya orong-orang yangtelah pasti kesesatan baginya"(An Nahl
:36)
Syaikh Abdurahman
bin Hasan Alu Syaikh menjelaskan bahwa ayat di atas menunjukkan tentang hikmah
diutusnya para rasul, yaitu untuk mendakwahi umat agar mereka beribadah kepada
Allah semata dan melarang mereka dari beribadah kepada selain-Nya. lni merupakan
agama para Nabi dan Rasul, walaupun berbeda syariat mereka.
Sebagaimana Allah
Ta'ala berfirman :
"Untuk tiap tiap
umat diantara kamu Kami berikan aturan (syariat ) dan jalan yang terang."(Al
Maidah : 48) (Fathul Madjid hal 29).
Hendaklah setiap
muslim mengetahui bahwa perjalanan hidup mereka di dalam mencari ridho Allah
Azza wa Jalla, tidak akan menuju kesempurnaan kecuali didasari dengan ilmu
syariat. Maka ilmu adalah sarana yang sangat penting bagi kemaslahatan manusia
untuk menjalankan aktifitas hidup di dunia. Karena ilmu merupakan sumber
kehidupan jiwa dalam beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga tidak
akan sempuma dan tegak tatanan kehidupan manusia apabila ilmu tidak lagi
dijadikan pedoman dan jalan hidup mereka. Oleh karena itu Allah Subhanahu wa
Ta'ala menganugerahkan ilmu bagi hati bagaikan siraman hujan yang turun ke bumi.
Jadi sebagaimana tidak ada kehidupan di muka bumi kecuali dengan turunnya hujan,
maka demikian pula tidak ada kehidupan bagi hati kecuali dengan siraman
ilmu.
Di dalam Al
Muwaththo -karya Imam Malik- disebutkan :
Lukman berkata
kepada anaknya:"Wahai anakku duduklah kamu bersama para ulama dan dekatilah
mereka dengan kedua lututmu (bergaul dengan mereka). Maka sesungguhnyaAllah
Subhanahu wa Ta 'ala menghidupkan hati-hati yang mati dengan cahaya hikmah
sebagaimana menghidupkan (menyuburkan) bumi dengan hujan yang deras (Kitab A1
llmu Fadluhu wa Syarfuhu hal 228)
Oleh karena itu
kebutuhan hati manusia terhadap cahaya ilmu merupakan kebutuhan yang mendesak.
Sebagaimana kebutuhan bumi terhadap turunnya hujan tatkala terjadi kekeringan
dan paceklik. Maka ilmu merupakan mutiara yang sangat berharga bagi setiap
muslim. Karena dengan ilmu jiwa jiwa manusia akan hidup dan sebaliknya jiwa-jiwa
mereka akan mati apabila tidak dibekali dengan ilmu.
Sebagian
orang-orang yang arif berkata "Bukankah orang yang sakit akan mati tatkala
tercegah dari makanan , minuman dan obat¬-obatan? maka dijawab "Tentu saja, "
Mereka mengatakan : "Demikian pula halnya dengan hati jika terhalang dari ilmu
dan hikmah maka akan mati. "
Maka tepat jika
dikatakan bahwa ilmu merupakan makanan dan minuman hati, serta penyembuh jiwa.
karena kehidupan hati bersandar kepada ilmu. Maka apabila ilmu telah sirna dari
hati seseorang berarti hakekatnya dia telah mati. Akan tetapi dia tidak
merasakan kematian tersebut. Orang yang hatinya telah mati ibarat seorang
pemabuk yang hilang akalnya (disebabkan maksiat yang dia lakukan ) (Kitab Al
Ilmu Fadluhu wa Syarfuhu hal 144¬-145). Sesungguhnya sebab utama yang bisa
merusak bahkan mematikan hati adalah maksiat. Jika hati semakin rusak maka
cahaya tersebut akan melemah dan berkurang. Sebagian salaf berkata : "Tidaklah
seseorang yang bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta 'ala sehingga
(menyebabkan) hilang akalnya.
Maka tertutupnya
hati manusia dari cahaya ilmu, tergantung dari tingkatan maksiat yang mereka
lakukan. Jika semakin banyak dosa yang dilakukan, maka akan semakin banyak pula
celah-celah hati yang tertutup dari cahaya ilmu, dan semakin sulit terbukanya
peluang bagi hati untuk tersirami dengan cahaya ilmu. Sehingga menyebabkan dia
termasuk dalam golongan orang orang yang lalai. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman :"Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka
usahakan itu menutup hati mereka " (Al Muthaffifin : 14), Sebagian salaf
menafsirkan ayat tersebut, yaitu :"Dosa yang dilakukan terus menerus (dosa di
atas dosa). "
Berkata A1 Hasan
: yaitu 'Dosa di atas dosa hingga membutakan hati. (Meriwayatkan darinya (Al
Hasan) Abd Ibnu Hamid sebagaimana dalam (Ad Durul Mantsur : 8/447) (Ad Da'uwad
Dawa' ha1 95-96)¬
Oleh karena itu
hendaklah kita sebagai muslim senantiasa menjaga ilmu yang ada di dalam hati
dari hal-hal yang akan memadamkannya. Disertai dengan niat yang ikhlas dan
mengamalkan kandungan ilmu tersebut, serta banyak memohon ampunan kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala. Sehingga kita bisa menepis berbagai pengaruh dosa yang
merupakan sebab kelalaian dan kejahilan manusia. Sebagaimana Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman : "(Tetapi) karena mereka melanggar Janjinya, kami kutuk
mereka, dan kami Jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka merubah
perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya dan mereka (sengaja) rnelupakan sebagian
dari apa yang mereka diperingatkan dengannya. "(Al-Ma' idah :
5)
Al Imam Syafi'i
pemah mengatakan:
Aku pernah
mengeluh kepada Imam Waqi' tentang jeleknya hafalanku
Maka beliau
membimbingku untuk meninggalkan maksiat
Dan beliau
berkata : “Ketahuilah bahwa ilmu adalah cahaya
Dan cahaya Allah
tidak akan diberikan kepada orang yangbermaksiat.”
Ucapan A1 Imam
Syafi’i tersebut merupakan peringatan sekaligus nasehat yang bermanfaat bagi
kita, jika tidak ingin kehilangan mutiara yang sangat berharga yaitu ILMU YANG
BERMANFAT. Akhir kata, kita memohon kepada Allah agar menganugerahkan Taufik dan
Hidayah-Nya, mengokohkan iman kita dengan ilmu yang bermanfaat di dunia dan
akhirat serta tidak memalingkan hati kita kepada kesesatan dan kebinasaan. Amin
Yaa mujiibas saa’ilin.
Wallahua'lam bis
showab.
Sumber : Buletin
Dakwah Al Jihad, Samarinda Edisi I/Th.I/17 Rabiul Tsani 1423H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar