Buku (agama)
adalah pengikat ilmu. Adagium demikian memang tidak ada yang mengingkarinya.
Namun persoalannya, tak semua yang ada di buku adalah ilmu dan tak semua buku
layak baca. Karena, di tengah kita, banyak bertebaran buku-buku ‘agama’ yang
justru menyesatkan.
Awas Buku-buku
Sesat!
Bertebarannya
beragam buku sesat di tengah umat merupakan bahaya laten yang mesti diwaspadai.
Terlebih jika buku-buku itu dikemas dan diberi judul menarik serta berkesan
ilmiah. Maka tanpa terasa, pem-baca pun akan terbawa, terpola oleh isi buku, dan
ujung-ujungnya terjerumus ke dalam kesesatan.
Pasalnya,
buku-buku sesat merupakan salah satu media paling efektif yang digunakan musuh-
musuh Islam untuk merusak agama umat dan menyesatkan mereka dari jalan
kebenaran.
Asy-Syaikh
Muhammad bin Nashir Al-’Uraini v berkata: “Sesungguhnya di antara media terkuat
yang mereka gunakan untuk menyebarkan pemikiran menyimpang dan menyesatkan
hamba- hamba Allah adalah buku-buku yang dihiasi dengan judul-judul menarik
untuk mengesankan kepada para pembaca bahwa ia baik, padahal isinya racun yang
mematikan.” (At-Tahdzir Minat Tasarru’ Fittakfir, hal. 51)
Mungkin anda
terheran-heran, seraya bergumam: “Apalah arti sebuah buku, benda yang tak mampu
berbicara apalagi berceramah. Mungkinkah ia menjadi salah satu media paling
efektif untuk merusak agama umat?”
Sebagai
jawabannya, simaklah keterangan berikut:
1. Al-Imam Ibnul
Qayyim v (ketika menjelaskan kronologi terjadinya kesesatan di muka bumi, pen.)
berkata: “ … Hingga sampailah pada awal abad ke-3 Hijriah, ketika kaum muslimin
dipimpin khalifah Abdullah Al-Ma`mun (salah seorang khalifah Bani
‘Abbasiyyah,-pen.). Dia adalah seorang yang mencintai ilmu dan majelisnya selalu
diramaikan para pakar dari berbagai disiplin ilmu, hingga akhirnya (terpengaruh
dengan sebagian mereka,-pen.) dan terkondisikan untuk gandrung dengan hal-hal
yang berbau akal (mengedepankan logika). Dia pun akhirnya memerintahkan
penerjemahan buku-buku sesat Yunani Kuno. Bahkan demi programnya ini, ia
datangkan para penerjemah dari berbagai negeri hingga terciptalah terjemahan
dalam bahasa Arab.
Akibatnya kaum
muslimin disibukkan dengan (membaca) buku-buku sesat tersebut. Sedangkan
Al-Ma`mun sendiri, yang memprakarsai program tersebut, semakin larut dan terbawa
buku-buku sesat itu hingga majelisnya pun didominasi gerombolan Jahmiyyah (yang
banyak mengandalkan akal dalam memahami agama, -pen.) yang justru pada masa
khalifah Al-Amin, kakak Al-Ma`mun, merupakan buronan. Ada yang tertangkap
kemudian dipenjara, dan ada pula yang dibunuh.
Orang-orang
inilah yang meracuni dan membisikkan bid’ah Jahmiyyah ke telinga dan hati Al-
Ma`mun, hingga merasuklah bid’ah itu pada dirinya dan dianggap sebagai kebaikan.
Bahkan dia ajak manusia kepada bid’ah tersebut dan menghukum siapa saja yang
tidak menyambut ajakannya.” (Ash-Shawa’iq Al-Mursalah,
1/148)
2. Al-Khatib
Al-Baghdadi meriwayatkan dengan sanad sampai kepada Al-Fadhl bin Ziyad. Ia
berkata: “Aku bertanya kepada Abu Abdillah (Al-Imam Ahmad) tentang Al-Karabisi
dan pemikiran yang ia lontarkan. Muka beliau pun tampak masam seraya
mengangguk-anggukkan kepalanya, lalu berkata: “Orang ini telah menyuarakan
pemikiran Jahmiyyah … Sesungguhnya kesesatan yang menimpa mereka itu disebabkan
buku-buku sesat yang mereka susun. Mereka tinggalkan atsar Rasulullah n dan para
shahabatnya, kemudian mendalami buku-buku sesat tersebut.” (Manhaj Ahlis Sunnah
Wal Jama’ah fi Naqdir Rijal wal Kutub wat Thawa`if karya Asy-Syaikh Rabi’ bin
Hadi ‘Umair Al-Madkhali hal.132)
Para pembaca,
dari keterangan di atas dapatlah diambil pelajaran yang sangat berharga bahwa
buku-buku sesat sangat berbahaya bagi umat, merusak agama mereka, dan dapat
menjerumuskan mereka ke dalam kesesatan. Sampai-sampai Al-Ma`mun yang ketika itu
menjabat khalifah dan sejak kecil hafal Al-Qur`an menjadi sesat akibat buku-buku
sesat Yunani Kuno dan buku-buku sesat karya tokoh-tokoh Jahmiyyah di
masanya.
Sikap Ahlus
Sunnah Wal Jama’ah Terhadap Buku-buku Sesat
Setiap muslim
berkewajiban untuk membentengi dirinya dari kesesatan dan segala bentuk
medianya. Allah k berfirman:
قُلْ يَاأَهْلَ
الْكِتَابِ لاَتَغْلُوا فِيْ دِيْنِكُمْ غَيْرَالْحَقِّ وَلاَتَتَّبِعُوا أَهْوَآءَ
قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوا مِنْ قَبْلُ وَأَضَلُّوا كَثِيْراً وَضَلُّواعَنْ
سَوَاءِالسَّبِيْلِ
“Katakanlah: ‘Hai
Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak
benar dalam agama kalian. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang
yang telah sesat sebelumnya (sebelum kedatangan Nabi Muhammad) dan mereka telah
menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka telah tersesat dari jalan yang
lurus.” (Al-Ma`idah: 77)
Demikian pula
Rasulullah n, sebagaimana dikatakan shahabat Hudzaifah bin Al-Yaman c:
“Orang-orang (para shahabat) selalu bertanya kepada Rasulullah n tentang
kebaikan. Sedangkan aku selalu bertanya kepada beliau tentang kejelekan, karena
aku khawatir kejelekan itu akan menimpaku. Maka aku pun berkata: ‘Wahai
Rasulullah, sesungguhnya kami dahulu tenggelam dalam kehidupan jahiliyyah dan
kejelekan, kemudian Allah menganugerahkan kepada kami kebaikan (Al-Islam) ini.
Apakah setelah adanya kebaikan ini akan ada kejelekan?’ Beliau bersabda: ‘Ya.’
Aku pun berkata: ‘Dan apakah setelah kejelekan itu akan ada kebaikan lagi?’
Beliau bersabda: ‘Ya, namun padanya terdapat kesuraman (pergeseran dalam
agama).’ Aku berkata: ‘Apa bentuk kesuraman itu?’ Beliau bersabda: ‘Adanya suatu
kaum yang berprinsip dengan selain Sunnahku dan mengambil petunjuk dengan selain
petunjukku. Engkau mengetahui apa yang datang dari mereka dan bisa mengingkari.’
Aku pun berkata: ‘Apakah setelah adanya kebaikan itu akan ada kejelekan lagi?’
Beliau bersabda: ‘Ya, munculnya sekelompok da’i yang berada di pintu-pintu
Jahannam. Barangsiapa menyambut ajakan mereka, niscaya mereka akan
melemparkannya ke dalam Jahannam itu.’ Aku berkata: ‘Wahai Rasulullah, apa
nasehatmu jika aku mendapati kondisi seperti itu?’ Beliau bersabda:
‘Berpegangteguhlah dengan jamaah kaum muslimin dan imam (pemim-pin) mereka.’ Aku
berkata: ‘Bagaimana jika mereka (kaum muslimin) tidak mempunyai jamaah dan
imam?’ Beliau bersabda: ‘Hendaknya engkau tinggalkan semua kelompok-kelompok
(yang menyeru kepada kesesatan) itu, walaupun engkau terpaksa harus menggigit
akar pohon, sampai kematian mendatangimu dan engkau dalam keadaan seperti itu.’
(HR. Al-Bukhari, no. 7084 dan Muslim no. 1847, dengan lafadz
Muslim)
Adapun para ulama
Ahlus Sunnah Wal Jamaah, mereka adalah orang-orang yang seperti Rasulullah n
gambarkan dalam sabdanya:
يَحْمِلُ هَذَا
الْعِلْمَ مِنْ كُلِّ خَلَفٍ عُدُوْلُهُ يَنْفُوْنَ عَنْهُ تَحْرِيْفَ الْغَالِيْنَ
وَانْتِحَالَ الْمُبْطِلِيْنَ وَتَأْوِيْلَ الْجَاهِلِيْنَ
“Ilmu agama ini
akan terus dibawa oleh orang-orang adil (terpercaya) dari tiap-tiap generasi
yang selalu berjuang membersihkan agama ini dari pemutarbalikan pemahaman agama
yang dilakukan orang-orang yang menyimpang, kedustaan orang-orang sesat yang
mengatasnamakan agama, dan dari pentakwilan agama yang salah yang dilakukan
orang-orang jahil.” (HR. Al- Khathib Al Baghdadi dalam Syaraf Ash-habil Hadits
hal. 11. Asy-Syaikh Al-Albani menukilkan penshahihan dari Al-Imam Ahmad dan
Al-’Ala`i dalam Misykatul Mashabih)
Sehingga ketika
mereka rasakan adanya bahaya terselubung dari buku-buku sesat tersebut,
merekapun tampil untuk membentengi umat dari
kesesatan-kesesatannya.
Hal itu bisa
dilihat dari sikap dan pernyataan mereka berikut ini:
1. Al-Imam Ibnu
Muflih v berkata: “Asy-Syaikh Muwaffaquddin Ibnu Qudamah v melarang (umat - pen)
membaca buku-buku ahlul bid’ah. Beliau berkata: ‘Dahulu salafus shalih melarang
duduk- duduk bersama ahlul bid’ah, membaca buku mereka, dan mendengarkan ucapan
mereka’.” (Al- Adab Asy-Syar’iyyah, dinukil dari kitab Manhaj Ahlis Sunnah Wal
Jama’ah fi Naqdir Rijal wal Kutub wat Thawa`if hal.132)
2. Al-Marrudzi v
berkata: “Aku sampaikan kepada Al-Imam Ahmad, bahwa aku telah meminjam sebuah
buku yang di dalamnya banyak sekali kejelekan, setujukah engkau bila aku merobek
atau membakarnya? Beliau menjawab: ‘Ya.’ Maka akupun membakarnya.” (Ath-Thuruq
Al-Hukmiyyah, karya Ibnul Qayyim hal. 282)
3. Al-Imam Ibnul
Qayyim v berkata: “Nabi n pernah melihat di tangan ‘Umar bin Al-Khaththab z,
sebuah buku yang disadur dari Taurat. Ketika itu ‘Umar merasa takjub akan
kesesuaiannya dengan Al-Qur`an. Maka memerahlah wajah Nabi n (karena marah)
hingga akhirnya ‘Umar membawa buku tersebut lalu memasukkannya ke dalam tungku.
Bagaimana seandainya Nabi n melihat buku-buku yang ditulis sepeninggal beliau
yang menyelisihi kandungan Al-Qur`an dan As- Sunnah? Wallahul
Musta’an.
Nabi n pun pernah
memerintahkan siapa saja yang menulis sesuatu dari beliau selain Al-Qur`an agar
menghapusnya, walaupun akhirnya beliau mengijinkan penulisan As-Sunnah dan tidak
mengijinkan selain itu. Semua buku-buku yang menyelisihi Sunnah Nabi tidaklah
diperbolehkan, bahkan selayaknya untuk dihapus atau dimusnahkan karena buku-buku
sesat itu demikian berbahaya bagi umat.
Para shahabat pun
pernah membakar seluruh mushaf yang menyelisihi mushaf ‘Utsmani karena
kekhawatiran mereka akan perselisihan umat. Bagaimanakah bila mereka melihat
buku-buku sesat yang dapat menjerumuskan umat kepada perselisihan dan
perpecahan…?!
Kemudian Ibnul
Qayyim melanjutkan perkataannya: “Maksud kami, buku-buku yang mengandung
kedustaan dan kebid’ah-an itu harus dimusnahkan. Dan memusnahkannya lebih utama
dari memusnahkan alat-alat musik dan bejana-bejana khamr. Karena bahaya
buku-buku itu jauh lebih besar daripada bahaya alat-alat musik dan bejana khamr.
Dan tidak ada denda bagi yang memusnahkannya, sebagaimana pula tidak ada denda
bagi siapa saja yang memecahkan bejana-bejana khamr dan merusak tempat-tempat
penyimpanan khamr lainnya.” (Ath-Thuruq Al- Hukmiyyah hal.
282)
4. Al-Hafizh
Sa’id bin ‘Amr Al-Bardza’i berkata: “Aku telah menyaksikan Abu Zur’ah Ar-Razi
ditanya tentang Al-Harits Al-Muhasibi dan buku-buku karya tulisnya. Maka beliau
menjawab: ‘Hati- hatilah engkau dari buku-buku itu, karena ia merupakan
buku-buku bid’ah dan sesat. Cukuplah bagimu hadits-hadits Rasulullah n karena
engkau akan mendapati (di dalam hadits-hadits itu) apa yang memuaskanmu.’
Kemudian disampaikanlah kepada Abu Zur’ah bahwa di dalam buku-buku itu terdapat
ibrah (pelajaran berharga). Maka beliaupun menjawab: ‘Barangsiapa yang tidak
bisa mendapatkan ibrah dari Al-Qur`an maka dia tidak akan bisa mendapatkan ibrah
dari buku-buku tersebut.’ Apakah telah sampai pada kalian bahwa Al-Imam Sufyan
Ats-Tsauri, Al-Imam Malik, dan Al-Imam Al-Auza’i pernah menulis buku-buku
semacam ini? Betapa cepatnya umat manusia condong kepada kepada kebid’ahan!”
(Mizanul I’tidal fii Naqdir Rijal karya Al-Imam Adz-Dzahabi,
1/431)
5. Al-Imam
Adz-Dzahabi v berkata: “Itu baru semacam Al-Harits?!” Lalu bagaimanakah jika Abu
Zur’ah melihat buku-buku para mutaakhirin, seperti kitab Al-Quut karya Abu
Thalib? Itu baru buku semacam Al-Quut?! Bagaimanakah jika beliau melihat kitab
Bahjatul Asrar karya Ibnu Jahdham dan kitab Haqa`iq At-Tafsir karya As-Sulami?!
Sungguh akan copot jantungnya. Bagaimanakah jika beliau melihat karya Abu Hamid
At-Thusi (Al-Ghazali) yang tidak jauh dari itu dan sarat dengan hadits-hadits
palsu di dalam kitab Ihya` ‘Ulumiddin? Bagaimanakah jika beliau melihat kitab
Al-Ghunyah karya Abdul Qadir? Dan bagaimana pula jika beliau melihat Fushushul
Hikam dan Al-Futuhat Al-Makkiyyah…?! (Mizanul I’tidal,
1/431)
6. Asy-Syaikh
Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali berkata: “Semoga Allah merahmati Al-Imam Adz- Dzahabi
v. Bagaimana seandainya beliau melihat kitab semacam At-Thabaqat karya Asy-
Sya’rani, Jawahirul Ma’ani dan Bulughul Amani fii Faidhi Abil ‘Abbas At-Tijani
karya ‘Ali bin Harazim Al-Fasi, Khazinatul Asrar karya Muhammad Haqqi An-Nazili,
Nurul Abshar karya Asy- Syablanji, Syawahidul Haq fii Jawazi Al-Istighatsah bi
Sayyidil Khalqi dan kitab Jami’ Karamatil Auliya` karya
An-Nabhani?!
Bagaimanakah jika
beliau melihat kitab Tablighi Nishab dan buku karangan tokoh-tokoh tarekat Shufi
selainnya?!
Bagaimanakah jika
beliau melihat karya-karya Al-Ghazali masa kini yang menghujam Sunnah Nabi dan
melecehkan para pembawanya dan para pemuda Salafi yang berpegang teguh
dengannya, serta menikam mereka dengan tuduhan-tuduhan sangat keji dan
julukan-julukan yang sangat jelek?!
Bagaimanakah
beliau jika melihat karya-karya Al-Maududi dan segala bentuk penyimpangannya
baik dalam hal aqidah, akal, dan suluk?! Bagaimanakah jika beliau melihat
karya-karya Al- Qardhawi yang membela ahlul bid’ah dan memperjuangkan
kebid’ahan, bahkan mempromosikan prinsip-prinsip kebid’ahan tersebut? Yusuf
Qardhawi seorang yang sejalan dengan Al-Ghazali masa kini, bahkan lebih
berbahaya!
Bagaimanakah jika
beliau melihat sekelompok da’i di zaman kita ini yang mereka justru mendalami
buku-buku sesat, bahkan memperjuangkan dan membela kelompok-kelompok sesat dan
tokoh-tokohnya dari kalangan ahlul bid’ah?! Bagaimanakah jika beliau melihat
karya-karya Sa’id Hawwa dalam hal kesufian dan politik yang jauh
menyimpang?!
Bagaimanakah jika
beliau melihat karya-karya Al-Kautsari dan murid-muridnya Abu Ghuddah cs dari
kalangan gembong (bid’ah, -pen.) yang sangat fanatik kepada sufi dan madzhab?!
Bagaimanakah jika beliau melihat karya-karya Al-Buuthi dan sejenisnya dari
musuh-musuh As- Sunnah, musuh-musuh madrasah tauhid, dan madrasah Ibnu
Taimiyyah?! Bagaimanakah jika beliau melihat umat ini bahkan pemudanya yang
condong kepada tauhid, tidak mengerti manhaj salaf, bahkan tidak mengerti
Al-Qur`an dan As-Sunnah dan menyambut baik buku-buku yang menyesatkan
tersebut?!
Duhai kiranya…!
Adakah orang-orang yang tampil untuk membantah buku-buku sesat tersebut dengan
suatu misi pemben-tengan agama dan aqidah para pemuda dari kesesatan buku-buku
itu?!
Duhai kiranya…!
Adakah orang-orang yang menjaga agama ini dari bidikan panah tokoh-tokoh sesat
itu dan tuduhan-tuduhan keji mereka yang sangat keterlaluan?! (Manhaj Ahlis
Sunnah Wal Jama’ah fi Naqdir Rijal wal Kutub wat Thawaif
hal.132)
7. Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyyah v berkata: “Ketika menjelaskan hadits yang diriwayatkan Abdul
Malik bin Harun: ‘Akan tetapi hadits ini juga diriwayatkan para ulama yang
menulis tentang amalan-amalan pagi dan petang seperti Ibnu Sunni dan Abu Nu’aim.
Di dalam buku-buku semacam ini banyak sekali hadits-hadits palsu yang tidak
boleh dijadikan sandaran dalam syariat, sesuai kesepakatan ulama. Hadits ini
juga diriwayatkan Abusy Syaikh Al-Ashbahani di dalam kitabnya Fadha`il A’mal,
dan di dalam kitab ini juga terdapat hadits-hadits dusta dan palsu yang cukup
banyak’.” (Al-Qa’idah Al-Jalilah fit Tawassul Wal Wasilah
hal.164-165)
Dan masih banyak
lagi buku-buku yang diperingatkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah v di dalam
tulisan dan fatwa-fatwa beliau. Hal itu semata-mata untuk membentengi umat dari
berbagai macam kesesatan.
8. Para imam
Islam pun sepanjang masa juga senantiasa berpegang teguh dengan prinsip ini.
Bahkan tak segan-segan menulis buku bantahan atas buku-buku sesat itu. Lihatlah
apa yang ditulis Al-Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitabnya Ar-Raddu ‘Alal
Jahmiyyati Waz Zanadiqah. Lihatlah bantahan Al-Imam Ad-Darimi terhadap Bisyr
Al-Marisi, dan juga bantahan Ibnu Abdil Hadi, salah seorang murid Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyyah, terhadap As-Subki.
Adapun
bantahan-bantahan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah terhadap Ahlul Ahwa` tidak
terhitung banyaknya. Beliau benar-benar seperti pedang terhunus bagi mereka.
Lihatlah kitabnya Ar-Raddu ‘alal Akhna’i dan Ar-Raddu ‘alal Bakri, bantahannya
terhadap Imamul Haramain dalam kitab Dar`u Ta’arudhil ‘Aqli wan Naqli, bantahan
terhadap Ar-Razi dalam kitab Talbisul Jahmiyyah, dan bantahannya terhadap
Al-Ghazali dan Ibnul Muthahhar dalam kitab Minhajus Sunnah.
Demikianlah
secara berkesinambungan hingga zaman kita ini, para ulama As-Sunnah selalu
mengangkat tinggi bendera As-Sunnah dan membelanya, memerangi bid’ah,
memperingatkan (umat) dari ahlul bid’ah dan buku-buku mereka. Dan segala puji
hanya milik Allah yang telah menjadikan di zaman kita ini orang-orang yang
menjaga kemurnian agama dan membela aqidah salafiyah sehingga tidak tercemari
oleh berbagai macam kotoran.
Perhatikanlah
kitab-kitab Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz v, penuh dengan bantahan-bantahan
terhadap ahlul ahwa`. Perhatikanlah bantahan beliau terhadap Al-Kautsari dan
muridnya Abdul Fattah Abu Ghuddah serta Ash-Shabuni dalam hal sifat-sifat Allah!
Niscaya anda akan mendapatinya dengan jelas di dalam kitab Majmu’ Fatawa Wa
Maqalat Mutanawwi’ah. Al- Mu’allimi juga membantah Al-Kautsari dalam kitab
At-Tankil.
Perhatikan pula
bantahan-bantahan Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani v terhadap ahlul
bid’ah, seperti bantahannya terhadap Abu Ghuddah di dalam Muqaddimah kitab
Al-’Aqidah Ath-Thahawiyyah dan dalam kitab beliau Kasyfun Niqab, dan juga
bantahan beliau terhadap Muhammad Al-Buthi. Kaset-kaset beliau pun penuh dengan
diskusi tentang ahlul bid’ah serta membongkar tipu daya dan kerancuan-kerancuan
mereka.
Demikian pula
bantahan-bantahan Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan terhadap ahlul ahwa`, seperti
bantahan beliau terhadap Al-Buthi dalam kitab As-Salafiyyah dan bantahan beliau
terhadap Ash- Shabuni.
Bantahan-bantahan
Asy-Syaikh Al ‘Allamah Hamud At-Tuwaijiri v terhadap ahlul bid’ah pun sangat
banyak. Di antaranya kitab Ar-Raddul Qawi ‘Alal Mujrimil Atsim, Al-Qaulul Baligh
Fit Tahdzir Min Jama’atit Tabligh, dan kitab Al-Ihtijaj Bil Atsar ‘Ala Man
Ankaral Mahdi Al-Muntazhar.
Dan lihatlah apa
yang telah ditulis Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali dalam menyingkap aqidah
Sayyid Quthub dan bantahan terhadap orang-orang yang berlebihan terhadapnya
dalam empat kitab yang sangat berharga: Adhwa` Islamiyah ‘Ala ‘Aqidati Sayyid
Quthub Wa Fikrihi, Matha’in Sayyid Quthub Fi Ash-habi Rasulillah v, Al-‘Awashim
Mimma Fi Kutubi Sayyid Quthub Minal Qawashim, dan Al-Hadddul Fashil Bainal Haqqi
Wal Bathil.
Dan masih banyak
lagi para ulama selain mereka yang membongkar buku-buku sesat, siang dan malam,
baik secara sembunyi dan terang-terangan, dengan mengharap pahala dari Allah k.
(Untuk lebih rincinya lihat Majalah Asy Syariah, edisi Al-Jarh wat
Ta’dil)
Prinsip
Al-Muwazanah, Sebuah Metode Sesat yang Mengatasnamakan Ahlus
Sunnah
Belakangan juga
marak al-muwazanah, sebuah metode dalam mengkritisi buku-buku dan yang lainnya,
di mana mengharuskan penyebutan kebaikan di samping penyebutan kesalahan/
kesesatannya. Metode ini diusung para tokoh Sururiyyah semacam Salman Al-’Audah
dalam bukunya Akhlaqud Da’iyah dan Ahmad bin Abdurrahman Ash-Shuwayyan dalam
bukunya Manhaj Ahlis Sunnah Wal Jama’ah fi Taqwiimir Rijali Wal Mu`allafat,
serta para pengekornya. Tak ayal, dengan metode bid’ah ini terlindungilah para
penyeru kesesatan dan buku-buku sesat mereka. Umat pun bingung, karena tidak
adanya ketegasan dalam menyikapi para penyeru kesesatan dan buku-buku sesat
mereka itu.
Berikut ini fatwa
para ulama tentang prinsip sesat al-muwazanah:
1. Asy-Syaikh
Abdul ‘Aziz bin Baz ditanya berkaitan dengan manhaj Ahlus Sunnah di dalam
mengkritik ahlul bid’ah dan buku-buku mereka. Apakah harus menyebutkan kebaikan
dan kejelekan-kejelekan mereka sekaligus, ataukah hanya menyebutkan kejelekannya
saja?
Beliau menjawab:
“Yang dikenal dari perkataan ulama adalah mengkritik kejelekan (kesesatan) dalam
rangka peringatan (tahdzir). Dan menjelaskan kesalahan-kesalahan yang ada pada
mereka (ahlul bid’ah dan buku-buku mereka, -pen.) dalam rangka memperingatkan
(umat, -pen.) dari kesalahan-kesalahan tersebut. Adapun hal-hal yang baik
semuanya tahu dan bisa diterima. Namun tujuannya adalah memperingatkan (umat,
-pen.) dari kesesatan-kesesatan mereka. Jahmiyyah… Mu’tazi-lah… Syi’ah Rafidhah…
dan sejenisnya.
Adapun jika
mendesak untuk disebutkan sisi kebenaran yang ada pada mereka, maka boleh
disebutkan. Dan juga bila ada yang bertanya: ‘Apa sisi kebenaran yang ada pada
mereka? Sisi mana saja yang sama dengan Ahlus Sunnah?’ Sementara yang ditanya
mengetahui hal tersebut, maka boleh untuk menyebutkannya. Namun tujuan utama dan
terpenting dari ini semua adalah menjelaskan kebatilan yang ada pada mereka agar
si penanya berhati-hati dari kebatilan tersebut dan tidak condong kepada
mereka.” (Manhaj Ahlis Sunnah Wal Jama’ah fi Naqdir Rijal wal Kutub wat
Thawa`if, hal.8)
2. Asy-Syaikh
Abdul ‘Aziz bin Baz juga ditanya: “Ada orang-orang yang mewajibkan al-
muwazanah. (Katanya) bila engkau mengkritik dan memperingatkan umat dari seorang
ahlul bid’ah karena kebid’ahannya, maka kamu harus menyebutkan
kebaikan-kebaikannya pula, agar tidak mendzalimi-nya!”
Beliau menjawab:
“Tidak, tidak harus demikian, tidak harus demikian! Karena, jika engkau membaca
buku-buku Ahlus Sunnah, niscaya engkau akan mendapati bahwa tujuan mereka itu
adalah dalam rangka peringatan (tahdzir). Bacalah buku-buku Al-Imam Al-Bukhari
Khalqu Af’alil ‘Ibad, Kitabul Adab dari Shahih Al-Bukhari, As-Sunnah karya
Abdullah bin Al-Imam Ahmad, Kitab At-Tauhid karya Ibnu Khuzaimah, bantahan
‘Utsman bin Sa’id Ad-Darimi terhadap ahlil bid’ah… dan lain sebagainya. Mereka
sebutkan (kebatilan-kebatilan ahlul bid’ah) dalam rangka memperingatkan umat
darinya. Tujuannya tidaklah untuk menyebutkan kebaikan-kebaikan mereka, namun
tujuannya adalah sebagai peringatan dari kebatilan mereka. Adapun kebaikan-
kebaikan mereka tidaklah bermanfaat bagi orang yang telah kafir. Jika bid’ahnya
dari jenis bid’ah yang mengkafirkan maka sirnalah kebaikannya. Dan jika
bid’ahnya tidak menyebabkan kekafiran, maka dia berada pada kondisi yang
membahayakan.
Jadi tujuan dari
itu semua adalah menerangkan kesesatan dan kesalahan yang umat wajib
diperingatkan darinya.” (Man-haj Ahlis Sunnah Wal Jama’ah fi Naqdir Rijal wal
Kutub wat Thawaif hal. 9)
3. Asy-Syaikh
Abdul ‘Aziz Al-Muhammad As-Salman berkata: “Ketahuilah, semoga Allah k
memberikan taufik kepada kita dan seluruh kaum muslimin, bahwa belum pernah ada
sejarahnya satu orang pun dari kalangan Salafus Shalih baik dari kalangan
shahabat ataupun tabi’in yang mengagungkan seorang ahlul bid’ah, mencintai
mereka, dan mengajak orang untuk mencintai mereka. Karena ahlul bid’ah adalah
orang-orang yang berpenyakit hati dan siapa saja yang bergaul atau berhubungan
dengan mereka, dikhawatirkan terjangkiti penyakit yang membahayakan itu. Karena
seorang yang berpenyakit dapat menularkan penyakitnya pada orang sehat dan tidak
sebaliknya. Maka hati-hatilah dan hati-hatilah dari seluruh ahlul bid’ah…”
(Manhaj Ahlis Sunnah Wal Jama’ah fi Naqdir Rijal wal Kutub wat Thawa`if hal.
9-10)
4. Asy-Syaikh
Shalih Al-Fauzan ketika ditanya tentang prinsip al-muwazanah, maka beliau
menjawab: “Jika engkau sebutkan kebaikan-kebaikan mereka, berarti engkau telah
mengajak orang untuk mengikuti mereka. Jangan, jangan kamu sebutkan
(kebaikan-kebaikan mereka)! Sebutkanlah kesalahan/ kesesatan yang ada pada
mereka saja. Karena sesungguhnya engkau tidaklah berkewajiban untuk mempelajari
keadaan mereka dan meluruskannya… Tugasmu adalah menerangkan kesesatan yang ada
pada mereka agar mereka bertaubat darinya dan agar orang-orang berhati-hati
(dari kesesatan tersebut).
Adapun bila
engkau sebutkan kebaikan-kebaikan mereka, niscaya mereka akan berterima kasih
padamu seraya mengatakan: Semoga Allah membalasimu dengan kebaikan, dan inilah
yang kami inginkan…” (Manhaj Ahlis Sunnah Wal Jama’ah fi Naqdir Rijal wal Kutub
wat Thawa`if hal.10)
5. Sementara
Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali, maka beliau benar-benar telah membantah
prinsip sesat al-muwazanah ini hingga akar-akarnya dalam kitab beliau Manhaj
Ahlis Sunnah Wal Jama’ah fi Naqdir Rijal wal Kutub wat
Thawa`if.
Penutup
Dari bahasan di
atas dapatlah diambil kesimpulan bahwasanya:
1. Buku-buku
sesat dengan beragam jenisnya harus selalu diwaspadai, karena merupakan bahaya
laten yang dapat merusak agama umat dan memalingkan mereka dari
kebenaran.
2. Kewajiban
untuk membentengi diri dari segala jenis kesesatan, termasuk kesesatan yang
terkandung dalam buku-buku sesat yang beredar di tengah
umat.
3. Di antara
bentuk pembentengan diri dari buku-buku sesat adalah dengan tidak membacanya,
tidak membelinya, tidak meminjamnya ataupun dengan cara
memusnahkannya.
4. Para ulama
adalah pewaris para nabi. Di antara tugas mereka adalah membentengi umat dari
buku-buku sesat, baik dengan cara memperingatkannya ataupun menulis secara
khusus bantahan terhadap buku-buku sesat tersebut.
5. Prinsip
al-muwazanah di dalam menyikapi tokoh, buku, ataupun kelompok merupakan prinsip
bid’ah. Dengan prinsip ini, ahlul bid’ah dan kesesatan mereka menjadi
terlindungi. Akibatnya umat menjadi bingung dalam mensikapi para penyeru
kebatilan dan karya tulis mereka.
Wallahu a’lam
bish-shawab.
(http://asysyariah.com/print.php?id_online=324)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar